KEPALA SEKOLAH
PENDIDIKAN MENENGAH
|
KOMPETENSI
MANAJERIAL
|
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu:
Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka
pembinaan kompetensi calon kepala sekolah dan kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi
tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi
diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah dan kepala sekolah.
Naskah
materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan
bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon
kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang
sama di setiap daerah.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi
calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya
sehingga naskah ini dapat diselesaikan.
Semoga
Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga
kependidikan.
Jakarta, November 2007
Direktur Tenaga Kependidikan
Surya Dharma, MPA, Ph.D
NIP. 130 783
511
PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
BAB I P E N D A H U L U A N .......................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Dimensi Kompetensi........................................................... 2
C. Kompetensi........................................................................... 2
D. Indikator Pencapaian Kompetensi................................... 3
E. Alokasi Waktu...................................................................... 3
F. Skenario Diklat..................................................................... 3
BAB II FUNGSI UMUM PENDIDIKAN
DAN SEKOLAH .............. 5
A. Pendidikan Dan Sekolah................................................... 5
B. Keluarga Sebagai Medium Proses Sosialisasi............. 15
BAB III MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN..................................... 25
A. Mengapa Pendidikan Memerlukan Masyarakat............ 25
B. Perlunya Pengelolaan Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat 27
BAB IV KONSEP DASAR MANAJEMEN
PERAN SERTA MASYARAKAT 33
A. Pengertian............................................................................ 33
B. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.......... 40
C. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Hubungan Sekolah
Dengan Masyarakat 42
D. Prosedur Pelaksanaan Hubungan Sekolah Dengan
Masyarakat 38
BAB V TEKNIK DAN BENTUK HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT 52
A. Teknik Hubungan Sekolah dan Masyarakat.................. 52
B. Bentuk-bentuk Partisipasi Orang Tua Murid/
Masyarakat yang Diharapkan Oleh Sekolah (Khususnya Sekolah)......................................... 65
BAB VI MENGGALANG DUKUNGAN
MASYARAKAT.................. 77
A. Upaya Menggalang Masyarakat....................................... 77
B. Promosi Sekolah Kepada Masyarakat............................. 79
C. Peranan
Kepala Sekolah Menggalang
Dukungan Masyarakat 82
D. Penyusunan Program Peran Serta Masyarakat........... 89
BAB VII MODEL PELIBATAN MASYARAKAT................................. 101
A. Melalui Komite Sekolah..................................................... 101
B. Kerjasama dengan Pemerintah/Masyarakat Secara
Umum 102
C. Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat
Terorganisasi 104
LEMBAR TUGAS..................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 109
Gambar
1.1 Diagram Skenario Diklat.................................................. 4
Gambar 2.1 Proses sosialisasi
anak dalam keluarga dan masyarakat 18
BAB I
Era
globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat ketat dalam semua aspek
kehidupan, memberi warna/pengaruh terhadap tuntutan akan kualitas sumber daya
manusia, termasuk sumber daya tenaga pendidik dan kependidikan sebagai unsur
yang mempunyai posisi sentral dan strategis dalam pembentukan SDM berkualitas.
Kondisi tersebut diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan
demokratisasi pendidikan, akuntabilitas, tuntutan kualitas serta jaminan mutu dari
dunia kerja. Kondisi tersebut di atas mensyaratkan sekolah dan tenaga pendidik dan
kependidikan untuk memiliki kualitas yang andal dan sebagai jaminan mutu hasil
proses pendidikan yang dilakukan. Seiring dengan berbagai tuntutan kualitas
tersebut pemerintah telah melahirkan berbagai peraturan perundangan yang pada
dasarnya memberikan jaminan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan.
Berbagai
upaya peningkatan mutu telah banyak dilakukan, tetapi pendidikan masih
dihadapkan kepada berbagai permasalahan antara lain yang paling krusial adalah
rendahnya mutu pendidikan. Dari berbagai kajian, ternyata salah satu faktor
penyebabnya antara lain adalah: minimnya peran serta masyarakat dalam
menentukan kebijakan sekolah sebagai akibat masyarakat kurang merasa
memiliki, kurang tanggung jawab dalam memelihara dan membina sekolah dimana
anak-anaknya bersekolah. Padahal apabila dikaji lebih lanjut beberapa komponen
penentu peningkatan mutu sekolah antara lain adalah manajemen pemberdayaan
masyarakat. Untuk itulah salah satu kebijakan dalam peningkatan manajemen sekolah
adalah implementasi manajemen berbasis sekolah. Pendekatan ini sangat
memerlukan partisipasi yang tinggi dari masyarakat, baik yang terwadahkan dalam
komite sekolah, dewan pendidikan maupun masyarakat secara umum.
Keberhasilan
penerapan manajemen berbasis sekolah tersebut sangat tergantung pada kemampuan
kepala sekolah untuk dapat berperan secara aktif dalam pengelolaan sekolah
dengan memberdayakan semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan
sekolah, khususnya dalam memberdayakan masyarakat secara keseluruhan. Ini
berarti kompetensi kepala sekolah dalam pemberdayaan masyarakat perlu mendapat
perhatian untuk ditingkatkan secara terus-menerus.
Pemerintah
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor:13 tahun 2007, menegaskan
bahwa salah satu indikator kompetensi kepala sekolah adalah kemampuan dalam
manajemen pemberdayaan masyarakat. Kompetensi ini menjadi sangat penting dalam
era otonomi sekarang ini.
Dimensi kompetensi yang
diharapkan dibentuk pada akhir Diklat ini adalah dimensi Kompetensi Managerial.
Kompetensi
yang ingin dicapai untuk dimiliki oleh peserta pendidikan dan pelatihan kepala
sekolah untuk materi manajemen peran
serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan persekolahan adalah:
mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka
pencarian dukungan ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah/madrasah.
Indikator
pencapaian hasil diklat hubungan sekolah dengan masyarakat ini adalah:
1. Mengetahui fungsi umum pendidikan dan sekolah.
2. Hubungan masyarakat dan pendidikan.
3. Mengetahui konsep dasar manajemen peran serta masyarakat.
4.
Menjelaskan
tehnik dan bentuk hubungan sekolah dengan masyarakat.
5. Mengetahui upaya menggalang dukungan masyarakat.
6. Mengetahui model melibatkan masyarakat.
Alokasi waktu Diklat materi ini adalah 4 (empat) hari @ 10 Jam atau 40
jam tataran @ 45 menit.
Pendidikan dan pelatihan ini diselenggarakan dengan
pendekatan andragogi (pendidikan orang dewasa). Kreativitas dan keaktifan
peserta ditumbuh kembangkan selama proses pendidikan dan pelatihan berlangsung.
Metode dan pendekatan pembelajaran yang akomodatif terhadap pemberian
fasilitasi kepada peserta untuk merefleksikan pengalamannya digunakan dalam
pendidikan dan pelatihan ini, di antaranya metode diskusi kelompok terfokus (focus group discussion, FGD), simulasi,
refleksi diri dan praktek lapangan.
Secara tentatif (dapat dikembangkan lebih lanjut oleh
Fasilitator Diklat)
Pendahuluan
|
Penutup
|
Inti
|
· Perkenalan
·
Informasi singkat
tentang dimensi kompetensi, kompetensi, indicator, alokasi waktu dan
scenario diklat.
·
Pre- test
|
· Eksplorasi pemahaman peserta mengenai Manajemen Peran
serta masyarakat.
· Presentasi materi dengan pendekatan interaktif dan
multimedia tehnologi
· Diskusi kelompok mengenai penyelenggaraan
sekolah yang tidak optimal sebagai akibat kurangnya keterlibatan masyarakat
dalam penyelenggaraan sekolah.
· Simulasi hasil
diskusi kelompok.
· Praktek lapangan
melalui observasi ke sekolah.
· Membuat rencana
program kerja melibatkan masyarakat.
|
Pos-test
|
Gambar 1.1 Diagram
Skenario Diklat
Pendidikan
pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mendewasakan
peserta didik, yang ditandai oleh adanya kemandirian dari diri peserta didik.
Kemandirian yang dimaksudkan disini adalah kemampuan mengambil keputusan untuk
hidupnya sendiri tanpa harus selalu tergantung pada orang lain. Kemandirian
peserta didik dapat dilihat dari beberapa indikator:
1. Adanya sifat kestabilan dan kemantapan
Kestabilan
ini mencakup kestabilan dalam tingkah laku, pandangan hidup dan kestabilan
dalam nilai-nilai yang dianut. Kestabilan dalam perilaku berarti seseorang yang
segala perbuatannya, tingkah lakunya senantgiasa berdasarkan atas suatu rencana
yang telah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang. Artinya peserta didik
yang memiliki kestabilan adalah mereka yang selalu berupaya memikirkan secara
matang untung dan rugi, apa kaitannya dengan nilai-nilai yang di masyarakat
sebelum dia berperilaku atau mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan
kehidupan sosialnya di masyarakat.
Kestabilan
disini bukanlah dalam pengertian kaku (tidak dapat diubah-ubah) tetapi
kestabilan yang dinamis dalam arti perilaku dapat berubah meskipun sudah
direncanakan, tetapi perubahan ini didasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
sangat rasional. Dengan kata lain terjadinya perubahan terhadap suatu keputusan
yang telah diambil seseorang atas dasar pemikiran yang matang juga berarti
suatu kematapan dalam keputusan.
Kestabilan
dalam pandangan hidup berarti bahwa dengan kesadaran dan keyakinan seseorang
telah menganut suatu pandangan hidup/keagamaan tertentu secara utuh dengan
tidak mudah tergoyahkan oleh factor apapun.
Kestabilan
dalam nilai-nilai yaitu segala perbuatan/perilaku dan sikapnya selalu
didasarkan kepada nilai-nilai kehidupan/kemasyarakatan serta nilai-nilai dalam
berbangsa dan bernegara.
2. Adanya sikap tanggung jawab
Sikap
tanggung jawab mencakup tiga hal pokok yaitu tanggung jawab individu, tanggung
jawab sosial dan tanggung jawab susila.
Tangung
jawab individu berarti seorang yang berani berbuat, berani bertanggung jawab
tentang segala resiko dari perbuatannya. Menolak tanggung jawab dengan alasan
yang benar dan dianggap benar oleh semua orang juga berarti bertanggung jawab.
Tanggung
jawab sosial berarti bahwa semua perbuatan yang dilakukan seseorang harus sudah
dipikirkan akibat-akibatnya atau untung ruginya bagi orang lain, masyarakat dan
lingkungannya.
Tanggung
jawab susila berarti bahwa perbuatan seseorang harus sesuai dengan norma-norma
susila, moral dan etika. Oleh sebab itu segala perilakukan harus dapat
dipertanggung jawabkan secara moral dan etika. Karena itu pendidikan pada
dasarnya juga harus membentuk nilai moral dan ettika kepada peserta didik untuk
dapat mempersiapkan ekemandirian dan kemampuan bertanggung jawab secara moral.
3. Adanya sifat mandiri
Mandiri
berarti bahwa segala perbuatan yang dilakukan seseorang adalah atas dasar
pilihannya sendiri, ditentukan dan diputuskan atas kemauan sendiri dengan
pertimbangan yang matang. Apa yang dipilih, ditentukan dan diperbuat memang
diputuskan atas dorongan dari dalam diri sendiri bukan karena desakan atau
paksaan orang lain. Keputusan yang diambil berdasarkan masukan/saran-saran dari
sejumlah orang juga berarti keputusannya sendiri, sejauh saran dan masukan dari
olrang lain tersebut hanya manjadi bahan untuk memikirkan dan mempertimbangkan
keputusan yang terbaik menurut dirinya sendiri, tanpa menggantungkan harapan
kepada orang lain.
Mandiri
secara ekonomi berarti bahwa seseorang yang mengaku dirinya dewasa maka ia
sudah memiliki kemampuan untuk menghidupi dirinya sendiri, membiayai
kehidupannya atas dasar usahanya sendiri, bukan karena meminta atau disokong
(support) oleh orang lain. Usaha sendiri bukan berartri tidak boleh bekerja
pada orang lain.
Dengan
demikian berarti pendidikan dapat pula dipandang sebagai suatu lembaga yang
melakukan kegiatan dalam rangka mendewasakan manusia melakukan berbagai
aktivitas mendidik dalam wujud pemberian pengalaman-pengalaman belajar,
berlatih dan melakukan berbagai kegiatan kepada semua peserta didik (manusia
yang belum dewasa). Pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui
kegiatan-kegiatan pendidikan adalah merupakan gejala yang bersifat universal
dari suatu masyarakat. Isi dan corak dari pengalaman-pengalaman pendidikan
tersebut sangat bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang
memiliki latar belakang budaya, nilai, keyakinan, filosofi yang berbeda. Sifat-sifat universal dari
pengalaman-pengalaman pendidikan dapat memberikan kontribusi pengembangan
masyarakat dan kebutuhan bagi semua masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai
warisan budayanya, dan menanamkan terhadap generasi muda nilai-nilai luhur
budaya, cita-cita, kebiasaan-kebiasaan, dan standar perilaku dari budaya
masyarakatnya.
Pendidikan
sebagai suatu wahana untuk mendewasakan manusia lainnya dilakukan dalam suatu
proses. Proses dimana anak belajar mengenal cara hidup dan berperilaku,
kebiasaan-kebiasaan serta nilai-nilai budaya masyarakat yang disebut sebagai
proses enkulturasi. Pada waktu yang sama semua anggota masyarakat harus belajar
bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam masyarakatnya. Suatu proses dimana generasi muda belajar terhadap
nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan baru tersebut disebut alkulturasi. Dua
proses enkulturasi dan alkulturasi tersebut berjalan seiring, berkesinambungan
dan saling pengaruh mempengaruhi, sampai pada akhirnya masyarakat merasa
memiliki kemantapan nilai-nilai tertentu yang diyakininya sebagai nilai yang
dapat membawa kebaikan bagi kehidupannya. Semua orang di dalam masyarakat harus
mengadaptasi pola-pola perilaku dan sistem nilai serta cara berfikir yang sudah
mantap. Akan tetapi dalam kenyataannya sistem nilai, pola perilaku dan
cara-cara berfikir tersebut juga mengalami perubahan, seiring dengan perubahan
budaya baik sebagai akibat masuknya budaya lain maupun sebagai akibat kemajuan
budaya masyarakat setempat akibat proses pendidikan itu sendiri. Kegagalan
seseorang individu yang berada dalam suatu lingkungan untuk mengadaptasi
nilai-nilai baru yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya dapat
mengakibatkan resiko konflik dan mungkin stagnasi, bahkan seseorang dapat
terisolasi dari lingkungan masyarakat dimana dia berada apabila dia gagal dalam
mengadaptasi diri. Oleh karena itu pendidikan berfungsi pula untuk
mempersiapkan peserta didik kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Sehingga sekolah secara kelembagaan tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya
dalam pembentukan anak secara utuh.
Ini
berarti kegagalan dalam beradaptasi merupakan ancaman bagi eksistensi seorang
individu dalam lingkungan dimana dia berada, agar mereka tidak mengalami
kegagalan tersebutlah sekolah berperan membantu memfasilitas anak. Tingkat dan
intensitas terjadinya modifikasi-modifikasi tersebut sangat bervariasi antar
sistem budaya masyarakat yang satu dengan sistem budaya masyarakat yang lain.
Akan tetapi secara umum, tanpa memandang tingkat kemajuan masyarakat, apakah
masyarakat tersebut berpendidikan atau tidak, masyarakat pra-industri atau
masyarakat industri, masyarakat tradisional ataupun masyarakat yang telah maju,
proses-proses pembudayaan melalui proses sosialisasi dan edukasi dari generasi
muda, selalu terjadi dan pasti menghadapi masalah-masalah. Berbagai
permasalahan dalam proses adaptasi tersebut menjadi kewajiban orang tua,
sekolah dan masyarakat untuk memfasilitasinya.
Pembicaraan
tentang kebudayaan dan sekolah sering membatasi penggunaan istilah edukasi dan
sosialisasi. Edukasi sering dihubungkan dengan belajar dalam sekolah formal,
sedang sosialisasi dianggap suatu konsep yang memiliki makna yang lebih luas,
yaitu meliputi segala hal yang berhubungan dengan upaya belajar untuk
menyesuaikan dan mengadopsi nilai-nilai baru. Meskipun sebenarnya edukasi dan
sosialisasi keduanya bermuara pada tujuan akhir pendewasaan seseorang.
Adakalanya seseorang dapat beradaptasi terhadap nilai baru sebagai akibat dari
keikutsertaannya dalam pencarian informasi melalui sosialisasi. Dengan demikian
sosialisasi pada dasarnya merupakan salah satu cara dalam proses edukasi.
Tumbuh
dan berkembangnya budaya masyarakat dapat terbentuk melalui kedua proses
tersebut, yaitu proses sosialisasi dan edukasi, walau proses-proses tersebut
tidak dapat diabstraksikan dari cakupan budaya dan struktur sosial, agaknya
aspek-aspek tersebut dapat dimengerti sebagai bagian dari aspek kebudayaan.
Proses
pendidikan secara formal dilakukan melalui system persekolahan, pada umumnya
dipandang sebagai proses terbuka. Proses pendidikan secara formal ini bersifat
terbuka sehingga dapat diketahui dan terlihat oleh siapapun, dan diorganisasi
secara baik, mulai dari pengaturan peserta didik sampai pada pengaturan kapan
seseorang harus belajar dan apa yang harus dipelajari pada waktu tertentu
sampai pada pengaturan system penilaian sebagai bukti terjadinya perubahan pada
diri individu sebagai akibat proses pendidikan. Akan tetapi baik edukasi maupun
sosialisasi juga dapat terjadi secara informal dan bersifat tertutup, dan
bahkan sebagian tidak disadari oleh individu yang bersangkutan.
Dalam
beberapa masyarakat, misalnya pada kelompok-kelompok masyarakat tribal,
terutama di negara-negara sedang berkembang dari Dunia Ketiga, proses edukasi
dan sosialisasi dari generasi muda berlangsung tidak selalu melalui prosedur
dan jalur belajar formal yang ekstensif. Namun demikian proses “schooling” atau persekolahan sebenarnya
selalu terjadi dimana-mana, dan masyarakat sukar menghindari diri dari proses
belajar mengajar formal tersebut, baik di dalam masyarakat di desa-desa,
masyarakat yang hidup di padang pasir, masyarakat di lereng-lereng gunung,
semuanya sekarang pasti telah dijamah oleh proses “schooling” tersebut. Sifat
universal dari sekolah-sekolah dan proses schooling tersebut dapat digolongkan menjadi
enam golongan besar :
1. Sekolah-sekolah yang memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk menyadari
dirinya sebagai warga masyarakat dan warga negara. Sekolah-sekolah ini meliputi
pendidikan tingkat kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah lanjutan.
2. Sekolah-sekolah yang memberikan pengetahuan tingkat lanjut di perguruan
tinggi, yang memberikan pendidikan dan latihan spesialis.
3.
Sekolah-sekolah
yang berorientasi pada pendidikan keagamaan.
4.
Sekolah-sekolah
yang menyiapkan generasi muda menjadi militer.
5. Sekolah-sekolah kejuruan yang berorientasi pada kerja, dan
6. Sekolah-sekolah dalam bentuknya yang lain misalnya sekolah yang
dipersiapkan untuk menyebarluaskan pengetahuan tertentu, misalnya sekolah untuk
kepentingan indoktrinasi, sekolah untuk
menyiapkan guru-guru agama, dan sekolah-sekolah untuk mempersiapkan
tenaga-tenaga profesional lainnya (Chesler and Cave, 1981:2)
Proses
dari persekolahan bukan merupakan sesuatu yang terjadi secara kebetulan.
Sekolah-sekolah seperti itu sejak lama telah dipersiapkan oleh masyarakat, dan
dimaksudkan untuk melestarikan warisan budaya masyarakat, serta berfungsi untuk
melangsungkan proses memajukan masyarakat. Lebih jelasnya tujuan-tujuan yang
ingin dicapai melalui proses pendidikan dimanapun proses pendidikan itu
berlangsung (melalui persekolahan atau diluar persekolahan) adalah untuk
menghasilkan orang-orang agar mereka mengenal dan menyadari dirinya serta
bertanggungjawab untuk menyempurnakan/mengembangkan masyarakatnya atau dengan
kata lain mendewasakan manusia yang ditandai oleh indikator: bertanggung jawab,
mandiri, tidak tergantung atau selalu menggantungkan diri kepada orang lain,
berani mengambil keputusan terbaik untuk dirinya dan masyarakatnya serta
menanggung resiko dari keputusan yang diambilnya.
Munculnya
sekolah-sekolah formal sebagai konsekuensi dari perkembangan masyarakat, dan
kompleksnya tatanan sosial yang ada, serta untuk merespon kebutuhan bagi upaya
melestarikan warisan budaya, kontrol sosial dan untuk memajukan masyarakat yang
bersangkutan. Kemunculan sekolah ini pada awalnya didasarkan pada kenyataan
bahwa pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan keluarga oleh orang dewasa di
sekitar keluarga, tidak mampu lagi berperan mempersiapkan anggota keluarganya
secara intensif dalam memberikan pengalaman belajar untuk menghadapi berbagai
kemajuan dan kompleksitas kehidupan dan tatanan sosial budaya yang berkembang
secara cepat.
Bagi
orang-orang/masyarakat yang menempatkan permikiran pada orientasi edukasi,
untuk memajukan masyarakat, tidak menginginkan perubahan-perubahan masyarakat
secara radikal, apalagi dengan jalan berontak atau kekerasan untuk melakukan
perubahan-perubahan terhadap institusi dan struktur sosial yang ada. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya kelembagaan pendidikan itu pada hakekatnya
merupakan lembaga konservatif, yang berfungsi untuk mempertahankan dan
mewariskan budaya sambil berusaha mengembangkan budaya bagi kesejahteraan
masyarakatanya. Titik tolak atau sentral segala upaya dalam pengembangan budaya
yang dilakukan melalui proses persekolahan ataiu proses pendidikan di sekolah
pada dasarnya adalah memajukan kehidupan masyarakat, meningkatkan kualitas
kehidupan warga masyarakat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam
pengertian yang utuh, yaitu sejahtera dalam arti lahir dan sejahtera dalam arti
bathin. Dengan demikian orientasinya bukan semata pada aspek materialistis
tetapi juga aspek psikologis dan spritualistis. Oleh sebab itulah maka sekolah
dimanapun, dalam kondisi apapun sebagai sekolah tidak dapat dipisahkan dengan
masyarakatnya. Mestinya dia tumbuh dan berkembang dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat.
Pada
sisi lain sekolah dihadapkan pada kenyataan perkembangan budaya masyarakat yang
sangat cepat, perubahan-perubahan yang tejadi terhadap berbagai aspek-aspek
budaya dan masyarakat yang begitu cepat menjadikan sekolah mempunyai misi sebagai alat untuk
melakukan perubahan-perubahan (agent of
change), sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Sekolah berfungsi
sebagai alat untuk mengintrodusir nilai-nilai baru yang memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat tanpa meninggalkan
nilai lama yang perlu dipertahankan agar dapat diadopsi oleh masyarakat, demi
mengadaptasi perkembangan teknologi dan pengetahuan, yang pada akhirnya
sebenarnya bertujuan agar kehidupan masyarakat lebih berkualitas.
Jadi
tidak mungkin kita berfikir dan memfungsikan sekolah hanya sebagai alat untuk
melestarikan kebiasaan-kebiasaan dan tata nilai yang berlaku di dalam
masyarakat serta sebagai alat untuk mentransmisikan warisan-warisan budaya
masyarakat semata-mata, karena masyarakat akan tertingal dari budaya yang terus
menerus berkembang, lebih-lebih pada masa sekarang perkembangan budaya
masyarakat jauh lebih cepat dari apa yang dapat dilakukan oleh sekolah.
Bersamaan dengan proses pelestarian tersebut, sekolah harus dipandang sebagai
agen pembaharuan serta kekuatan yang mampu menciptakan kondisi-kondisi untuk
melakukan perubahan-perubahan kearah peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan
demikian dalam pembicaraan mengenai sekolah ini kita dihadapkan dua kepentingan
atau tujuan pokok, yaitu: melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk
mempersiapkan anak didik agar dapat mengantisipasi masa depan tanpa harus
meninggalkan budaya dan nilai yang sudah menjadi karakteristik masyarakat. Jadi
sekolah disatu pihak dapat dipandang sebagai lembaga konservasi nilai-nilai
masa lampau dan kedua sebagai agent untuk melakukan perubahan.
Kepentingan
tersebut di atas tidak perlu dianggap sebagai asumsi yang harus
dipertentangkan, akan tetapi harus ditempatkan di dalam suatu kontinum, yang
akan memberi kesempatan kepada pengambil kebijakan, untuk mengambil
pilihan-pilihan yang diinginkan, atas pertimbangan-pertimbangan situasi, tempat
dan kepentingan tertentu.
Dari
uraian-uraian tersebut di atas, nampak bahwa pembicaraan tentang persekolahan
tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang masyarakatnya, sebab sekolah
diciptakan sebagai lembaga yang berperan dalam mengembangkan masyarakat kearah
kemajuan, berkualitas dan sejahtera. Oleh sebab itu sangat tepat kalau tokoh
pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu
berpusat pada tiga lembaga yaitu : keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga
lembaga tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dalam proses pembentukan
masyarakat yang berkualitas
Pada
umumnya para ahli sosiologi menyatakan bahwa proses sosialisasi pertama dan
utama serta mekanisme kunci dari proses sosialisasi di dalam semua kebudayaan
masyarakat manusia adalah sosialisasi di lignkungan keluarga. Dari keluarga,
hal-hal yang berhubungan dengan transformasi anak untuk menjadi anggota
masyarakat dilakukan melalui hubungan perkawinan. Di dalam keluarga terjadi
sistem interaksi yang intim dan berlangsung lama. Keluarga merupakan kelompok
primer yang ditandai oleh loyalitas pribadi, cinta kasih, dan hubungan intim
penuh kasih sayang diantara anggota kelompok keluarganya masing-masing. Dalam
keluarga, anak memenuhi sifat-sifat kemanusiaannya dan berkembang dari
insting-insting biogenetik yang primitif untuk belajar terhadap respons-respons
sosial. Di dalam keluarga anak belajar melakukan interaksi sosial yang pertama
serta mulai mengenal tentang perilaku-perilaku yang diperankan oleh orang lain
di lingkungannya. Dengan perkataan lain, pengenalan tentang nilai-nilai budaya
masyarakat dimulai dari lingkungan keluarga. Di sini anak juga belajar tentang keunikan
pribadi seseorang, dan sifat-sifat kelompok sosial di sekitarnya.
Hampir
di semua masyarakat, keluarga dikenal sebagai unit sosial dimana anak mulai
memperoleh pengalaman-pengalaman hidupnya. Karena itu lingkungan keluarga
merupakan wadah bagi anak-anak dan anggota keluarga untuk mengenal
hubungan-hubungan prokreasi dan kreasi secara syah dan dibenarkan serta
diyakini. Di dalam suatu masyarakat, keluarga inti men-jalankan fungsi yang
sebenarnya dari masyarakat, sementara pada masyarakat lain, pola-pola
kekerabatan memegang fungsi utama dalam membudayakan generasi muda.
Dalam
kasus lain, keluarga sering menjalankan fungsi sebagai perantara antara budaya
lokal dan unit sosial, dimana nilai-nilai budaya mulai ditanamkan dari generasi
tua kepada generasi muda.
Keluarga
juga menjalankan fungsi-fungsi pendidikan politik, dimana keluarga membantu
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dan kemampuan-kemampuan untuk hidup
berkelompok dalam struktur kelompok yang mulai mengenal pembagian kekuasaan
secara sederhana. Di dalam keluarga anak mengenal proses pengambilan keputusan,
kepatuhan terhadap penguasa dan ketaatan untuk menjalankan aturan-aturan yang
berlaku. Karena di dalam keluarga sebagai unit sosial terkecil, terjadi
fungsi-fungsi pengambilan keputusan, maka keluarga merupakan sistem politik
pada tingkat mikro. Di dalam keluarga, anak pertama kali belajar mengenai
pola-pola kekuasaan, bagaimana kekuasaan terbagi, serta jaringan-jaringan
hubungan kekuasaan berlangsung. Di sini anak mulai mengenal mengapa ayah/ibu memiliki power yang
lebih tinggi dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lebih tua, serta
bagaimana pembagian kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, antara yang muda
dengan yang lebih tua, antara ayah dan ibu, dan antara anak-anak dengan orang
tua. Sifat-sifat kepatuhan anak di dalam keluarga akan dibawa dalam kepatuhan
di sekolah dan di masyarakat. Demikia juga sifat-sifat suka memberontak,
kebiasaan melawan dan tidak disiplin di dalam keluarga, juga akan
mempengaruhinya dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat.
Di
samping keluarga memiliki fungsi politik, keluarga juga memiliki fungsi
ekonomi, yaitu fungsi-fungsi yang berhubungan dengan proses-proses mem-produksi
dan mengkonsumsi tentang barang-barang dan jasa. Di dalam siklus hubungan intim
di dalam keluarga, anak-anak belajar mengenai sikap-sikap dan
ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk memainkan peranan dalam kegiatan
produksi dan konsumsi, barang dan jasa. Setiap keluarga mengadopsi pembagian
tugas yang merupakan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh keluarga. Di dalam
keluarga juga ditemukan tentang nilai-nilai kerja, peng-hargaan tentang kerja
dan hubungan antara kerja dan imbalan-imbalan yang dianggap layak.
Peranan
keluarga bukan saja berupa peranan-peranan yang bersifat intern antara orang
tua dan anak, serta anak yang satu
dengan anak yang lain. Keluarga juga merupakan medium untuk
menghubungkan kehidupan anak dengan kehidupan di masyarakat, dengan
kelompok-kelompok sepermainan, lembaga-lembaga sosial seperti lembaga agama,
sekolah dan masyarakat yang lebih luas. Setelah anak memiliki pergaulan dan
pengalaman-pengalaman yang luas di dalam kehidupan masyarakatnya, sering
pengaruh orang-orang dewasa di sekitarnya lebih mempengaruhi dan membentuk
perilakunya dibandingkan dengan pengaruh dari keluarga. Dalam situasi semacam
itu tidak jarang akan terjadi konflik di dalam diri anak. Pola perilaku manakah
yang kemudian diadopsi untuk dijadikan pola anutan. Bagaimana jaringan-jaringan
proses sosialisasi anak di dalam keluarga dan masyarakat tersebut dapat
disederhanakan melalui gambar 2.1. berikut :
|
Sistem politik
Sistem Ekonomi Sistem Budaya
Masyarakat
|
Keluarga Tetangga dan Masyarakat
Kelompok/Organisasi
anak/pemuda/orang Sekolah
dewasa
Lembaga
Agama Media
Massa
|
INDIVIDU
|
Gambar 2.1.
Proses sosialisasi anak dalam keluarga dan masyarakat
Mengingat
pentingnya peranan keluarga dalam pembentukan sikap budaya anak, maka sekolah
perlu menjalin kerjasama yang erat dengan keluarga, sehingga dapat secara
bersama-sama dalam satu persepsi, sikap dan tindakan untuk berupaya menyiapkan
anak didik untuk siap menghadapi tantangan masa depan melalui proses
persekolah.
Pendidikan
memiliki fungsi-fungsi secara rinci dapat dilihat pada uraian berikut ini.
1. Memindahkan Nilai-nilai Budaya
Dalam
hubungannya dengan nilai-nilai budaya, pendidikan dapat dirumuskan sebagai
proses kegiatan yang direncanakan untuk memindahkan pengetahuan, sikap dan
nilai-nilai serta kemampuan-kemampuan mental lainnya dari satu generasi yang
lebih muda. Kebudayaan pada dasarnya mencakup pandangan-pandangan, sistem
keyakinan, cita-cita serta harapan-harapan yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat, nilai-nilai, system perilaku, system symbol dan lain sebagainya.
Dalam proses interaksi antara guru dan siswa, siswa akan memperoleh nilai-nilai
budaya tersebut, di mana kemudian sebagian besar akan tercermin dalam sikap dan
perilakunya sehari-hari.
2. Nilai-nilai Pengajaran
Fungsi
mengenai nilai-nilai pengajaran berhubungan dengan kontrol sosial. Sekolah
merupakan tempat di mana siswa mengalami proses sosialisasi, dan mempengaruhi
anak untuk menyatu (conform) dengan
norma-norma yang berlaku. Selama dalam tahun-tahun pertama anak memasuki
sekolah, sekolah lebih menekankan pentingnya fungsi kontrol sosial dibandingkan
dengan fungsi-fungsi yang lain. Pada tahun-tahun pertama tersebut anak
diajarkan mengenai bagaimana harus mengikuti instruksi-instruksi dari gurunya,
tunduk dan patuh pada pemerintah dan disiplin yang diberikan oleh gurunya,
misalnya harus mengacungkan tangannya lebih dahulu sebelum mengangkat bicara,
mengerjakan tugas-tugas sesuai dengan jadwal yang lebih ditetapkan. Sekolah
mengajarkan nilai-nilai baru yang dalam banyak hal mungkin sekali terdapat perberbedaan dengan nilai-nilai yang
berlaku di dalam keluarga atau dalam masyarakat lingkungan sekitar anak berada.
Sistem nilai di dalam keluarga lebih bersifat askripsi dan partikulasi. Orang
tua menyayangi dan mencintai anaknya, bukan karena melakukan tugas dan
kewajiban, akan tetapi karena hubungan orang tua – anak, “parent love their children because of who they are, not because of what
they have done” (Metta Spencer : 365). Sistem nilai ini mungkin saja kurang
sesuai dengan system nilai yang dikembangkan oleh sekolah, misalnya dalam
keadaan anak terlalu disayangi oleh orang tuanya sehingga terkesan over protektif
yang menyebabkan pembentukan kemandirian yang dikehendaki sekolah tidak
optimal. Dalam kondisi demikian sekolah perlu melakukan perubahan system nilai
dengan pendekatan cultural, sehingga perubahan yang dikehendaki sekolah akan
berjalan secara alamiah dan tidak menimbulkan konfrontasi antara sekolah dengan
masyarakat.
3. Peningkatan Mobilitas Sosial
Peningkatan
mobilitas sosial merupakan hal yang dianggap penting dari fungsi pendidikan.
Pendidikan menyediakan kesempatan yang sama bagi anak-anak untuk maju, untuk
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan kerja. Siapa saja yang memiliki prestasi
akan mendapat kesempatan untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidangnya.
Pekerjaan yang layak dan kondisi-kondisi kerja yang lebih baik, terbuka bagi
siapa saja yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu. Jadi walaupun
semula seseorang berasal dari golongan masyarakat rendah, mereka akan
memperoleh lapangan pekerjaan dengan kondisi-kondisi yang baik asal saja mereka
memenuhi persyaratan yang diperlukan oleh lapangan pekerjaan tersebut. Ini
berarti bahwa pendidikan dapat meningkatkan mobilitas sosial. Karena itu
pendidikan harus melakukan tiga kegiatan utama dalam proses pendidikan yaitu
kegiatan pendidikan, bimbingan dan pelatihan. Tanpa meninggalkan hakekat dasar
proses pendidikan itu sendiri yaitu proses mendidik yang berkelanjutan.
4. Pemberian Sertifikasi
Lembaga-sekolah
selalu memberikan sertifikat bagi siswa-siswanya yang telah menyelesaikan
tingkat pendidikan tertentu dalam bentuk ijazah, diploma atau surat keterangan
tanda kecakapan. Surat keterangan tersebut bernilai bagi pemiliknya karena ia
akan memiliki hak-hak tertentu untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang
yang dikuasainya sebagaimana diterangkan di dalam sertifikat. Dalam masyarakat
industri pekerjaan-pekerjaan hanya bagi pemegang sertifikat/diploma. Pekerjaan
yang lebih baik akan direbut oleh mereka yang memiliki sertifikat tertentu,
sehingga sertifikat merupakan sesuatu yang sangat berharga. Pemegang sertifikat
akan memiliki prestise tertentu. Dalam masyarakat dengan sistem kompetisi dalam
menentukan jenjang karier, sertifikat tersebut merupakan ukuran tertentu bagi
pencari pekerjaan.
Dalam
hubungannya dengan hal tersebut nampak secara jelas fungsi pendidikan sebagai
persiapan kerja dan pelatihan kerja sehingga keberhasilan sekolah, sebagian
dari fungsinya adalah mempersiapkan anak/pemuda untuk memperoleh pekerjaan.
Dalam masyarakat yang masih sederhana, fungsi job training belum begitu terasa
merupakan suatu kebutuhan, dan oleh karena itu belum banyak mendapat perhatian.
Akan tetapi dalam masyarakat modern, fungsi persiapan kerja melalui latihan
kerja (fungsi job training) sudah merupakan sesuatu kebutuhan yang sangat
mendesak. Adanya job training dimaksudkan untuk memberikan latihan-latihan
sebelumnya, sebelum seseorang mengaku pekerjaannya yang tetap. Dengan demikian
berarti bahwa pendidikan berfungsi memberikan bekal pengetahuan, terutama
ketrampilan-ketrampilan menjelang pekerjaan yang sebenarnya. Di dalam
masyarakat modern jenis-jenis pekerjaan begitu kompleks dan rumit sehingga
tamatan pendidikan formal tertentu dikhawatirkan belum dapat langsung
menyesuaikan diri dan kemampuannya terhadap pekerjaan yang harus dipangkunya.
Dalam kondisi inilah sekolah harus mempersiapkan kemampuan-kemampuan peserta
didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang mungkin dapat
dilakukannya di masyarakat masa akan dating. Untuk itu model pembelajaran dalam
rangka persiapan ini harus terkait dengan apa yang sebenarnya diperlukan oleh
jenis-jenis pekerjaan di masyarakat. Ini berarti kurikulum muatan local yang
didesain secara manta akan sangat membantu pembentukan peserta didik yang akrab
dengan jenis pekerjaan di masyarakatnya.
5. Mengembangkan dan Memantapkan Hubungan-hubungan Sosial
Hubungan-hubungan
sosial banyak dikembangkan oleh lembaga-sekolah. Walaupun anak-anak telah
memperoleh pengalaman bergaul dalam lingkungan rumah/keluarga, akan tetapi
aspek-aspek hubungan sosial tersebut lebih banyak terbentuk melalui
kelompok-kelompok sebaya di sekolah. Di dalam kelompok-kelompok sebaya di
sekolah, anak-anak selalu mengadakan interaksi secara kontinyu dalam
kehidupannya sehari-hari. Melalui hubungan interpersonal antar anak, dan yang
selalu diawasi oleh guru-guru mereka, anak-anak mengadakan hubungan interpersonal
sehingga sifat-sifat anak akan berkembang dari sifat-sifat egois menjadi
sifat-sifat menghargai pendapat kawan, sifat kerja sama, saling bantu membantu,
rasa tepo seliro dan sebagainya. Berbagai bentuk organisasi siswa, seperti
osis, kelompok belajar, kelompok-kelompok hobi (olah raga, kesenian), kelompok
Palang Merah Pelajar, Kelompok Lalu Lintas, dan kelompok pramuka, semuanya
merupakan wadah tempat dimana aspek-aspek sosial anak dapat dikembangkan.
Tumbuh
kembangnya proses-proses sosialisasi di sekolah, sangat tergantung pada
kesiapan sekolah merancang secara baik pola-pola interaksi yang dapat
dikembangkan di lingkungan sekolah melalui kegiatan ekstra kurikuler. Tatapi
kegiatan ekstra kurikuler yang dirancang harus tetap memperhatikan pola budaya
masyarakat setempat agar tidak menimbulkan benturan budaya.
6. Membentuk Semangat kebangsaan (patriotisme)
Sekolah
dalam kehidupannya sehari-hari mentransmisikan mitos, simbol-simbol kebangsaan,
dan mengajarkan penghargaan terhadap para pahlawan bangsa serta
peninggalan-peninggalan sejarah, semuanya tersebut dimaksudkan untuk
mengembangkan semangat serta loyalitas kejayaan bangsa. Sekolah mengajarkan
sejarah bangsanya. Memajukan peninggalan dan monumen-monumen sejarah, hal itu
dimaksudkan untuk menanamkan rasa kebangsaan serta kesediaan membela tanah
airnya terhadap serangan musuh.
Dalam
konteks ini, maka kebudayaan di suatu daerah yang melekat bagi siswa harus
dikaitkan dengan berbagai kebudayaan daerah lainnya. Artinya meskipun sekolah
perlu mengembangkan budaya local, tetapi dalam konteks budaya nasional,
sehingga tidak terbentuk anak yang hanya mengakui budaya daerahnya secara
membabi buta. Apabila hal ini terjadi maka lambat laun akan merupakan benih-benih
yang menyebabkan adanya keresahan atau benturan antar suku, antar etnis atau
antar budaya tertentu. Oleh karena itu sikap mau mengakui, menghargai dan
menghormati perbedaan perlu ditumbuh kembangkan oleh sekolah kepada peserta
didik.
Keberhasilan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan
tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan
keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti
mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung jawab
untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Partisipasi
yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah
satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauhmana masyarakat
dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap
manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan
ini merupakan sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik
(Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di
sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besar bagi kemajuan sekolah,
kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara
tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat
belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru
dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan
dukungan.
Penelitian
lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas dinyatakan oleh Levine &
Hagigust, (1988) yang menyatakan bahwa Lingkungan keluarga, cara perlakuan
orang tua murid terhadap anaknya sebagai salah satu cara/bentuk partisipasi
mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan intelektual anak. Partisipasi orang tua ini sangat tergantung
pada ciri dan kreativitas sekolah dalam menggunakan pendekatan kepada mereka.
Artinya masyrakata akan berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah
melakukan pendekatan dalam rangka memberdayakan mereka sebagai mitra
penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Brownell bahwa pengetahuan masyarakat tentang
program merupakan awal dari munculnya perhatian dan dukungan. Oleh sebab itu
orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi dari
sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-lebih di
daerah pedesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka lakukan,
bagaimana mereka harus melakukan untuk membantu sekolah. Hal tersebut sebagai
akibat ketidakmengertian mereka.
Di
negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh masyarakat, sehingga mutu
sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka upayakan untuk
dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah meyakini bahwa sekolah
merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina perkembangan dan
pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang tinggi akan kemampuan
sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa depan yang baik
tersebut membuat mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan sekolah. Nampak mereka selain merasa sebagai pemilik sekolah
juga sebagai penanggung jawab atas keberhasilan sekolah. Kondisi ini dapat
terjadi karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan.
Pentingnya
keterlibatan orang tua/masyarakat akan keberhasilan pendidikan ini telah
dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf dalam penelitiannya yang menyimpulkan
bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara lingkungan
keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga telah
membuktikan hal yang sama.
Partisipasi
yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk
Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian
besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan
belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan
dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham
makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta
menyatakan di daerah pedesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah,
mereka hampir tidak menghiraukan sekolah dan mereka menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.
Lingkungan
pendidikan adalah segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekeliling proses
pendidikan itu berlangsung yang terdiri dari masyarakat beserta lingkungan yang
ada disekitarnya. Semua keadaan lingkungan tersebut berperan dan memberikan
kontribusi terhadap proses peningkatan kualitas pendidikan dan atau kualitas
lulusan pendidikan. Perhatian manajer pendidikan/Top Manajemen (Kepala Sekolah)
seharusnya adalah berupaya untuk mengintegrasikan sumber-sumber pendidikan dan
memanfaatkannya secara optimal mungkin, sehingga semua sumber tersebut
memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Salah satu sumber yang perlu dikelola adalah lingkungan masyarakat atau orang
tua murid, termasuk stakeholders. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah:
Mengapa Manajemen Pendidikan perlu Menangani Masyarakat (perlu Hubungan Sekolah
Dengan Masyarakat), secara optimal baik orang tua murid, stakeholders, tokoh
masyarakat maupun institusi yang ada di lingkungan sekolah.
Organisasi
sekolah adalah organisasi yang menganut sistem tebuka, sebagai sistem
terbuka berarti sekolah mau tidak mau,
disadari atau tidak disadari akan selalu terjadi kontak hubungan dengan
lingungannya yang disebut sebagai supra sistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan
untuk menjaga agar sistem atau lembaga itu tidak mudah punah. Suatu organisasi
yang mengisolasi diri, termasuk sekolah sebagai organisasi apabila tidak
melakukan kontak dengan lingkungannya maka dia lambat laun akan mati secara
alamiah (tidak dapat eksis), karena organisasi hanya akan tumbuh dan berkembang
apabila didukung dan dibutuhkan oleh lingkungannya. Hanya sistem terbuka yang
memiliki megantropy, yaitu suatu usaha yang terus menerus untuk menghalangi
kemungkinan terjadinya entropy atau
kepunahan. Ini berarti hidup matinya sekolah akan sangat tergantung dan ditentukan oleh usaha sekolah itu
sendiri, dalam arti sejauhmana dia mampu menjaga dan memelihara komunikasinya
dengan masyarakat luas atau dia mau menjadi organisasi terbuka.
Dalam
kenyataan sering kita temui sekolah yang tidak punya nama baik di masyarakat
akhirnya akan mati. Hal ini disebabkan karena sekolah itu tidak mampu membuat
hubungan yang baik dan harmonis dengan masyarakat pendudkungnya. Dengan
berbagai alasan masyarakat tidak mau menyekolahkan anaknya di suatu sekolah,
yang akhirnya membuat sekolah itu mati dengan sendirinya. Demikian pula
sebaliknya sekolah yang bermutu akan dicari bahkan masyarakat akan membayar
dengan biaya mahal asalkan anaknya diterima di sekolah tersebut. Adanya sekolah
favorit dan tidak favorit ini nampaknya
sangat terkait dengan kemampuan kepala sekolah mengadakan pendekatan dan
hubungan dengan para pendukungnya di masyarakat, seperti tokoh masyarakat,
tokoh pengusaha, tokoh agama dan tokoh politik atau tokoh pemerintahan
(stakeholders).
Karena
itu sejak lama Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu berlangsung
pada tiga lingkungan yaitu lingkungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Konsep
ini diperkuat oleh kebijakan pemerintah bahwa pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Artinya pendidikan tidak
akan berhasil kalau ketiga komponen itu tidak saling bekerjasama secara
harmonis. Kaufman menyebutkan patner/mitra pendidikan tidak hanya terdiri dari
guru dan siswa saja, tetapi juga para orang tua/masyarakat.
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa sekolah bukanlah lembaga yang berdiri sendiri
dalam membina pertumbuhan dan perkembangan putra-putra bangsa, melainkan ia
merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang luas, dan
bersama masyarakat membangun dan meningkatkan segala upaya untuk memajukan
sekolah. Hal ini akan dapat dilakukan apabila masyarakat menyadari akan
pentingnya peranan mereka dalam sekolah.
Hal ini dapat tercipta apabila sekolah mau membuka diri dan menjelaskan kepada
masyarakat tentang apa dan bagaimana masyarakat dapat berperan dalam upaya
membantu sekolah/sekolah memajukan dan meningkatkan kualiutas penyelenggaraan
pendidikan.
Ada
hubungan saling menguntungkan antara sekolah dengan masyarakat, yaitu dalam
bentuk hubungan saling memberi, saling melengkapi dan saling menerima sebagai
patner yang memiliki kedudukan setara.
Sekolah
pada hakekatnya melaksanakan dan mempunyai fungsi ganda terhadap masyarakat,
yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaharuan bagi masyarakat sekitarnya,
yang oleh Stoop disebutnya sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (fungsi
untuk memajukan masyarakat melalui pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas).
Sebagai
lembaga yang berfungsi sebagai pembaharu terhadap masyarakat maka sekolah mau
tidak mau atau suka tidak suka harus mengikutsertakan masyarakat dalam
melaksanakan fungsi dan peranannya agar pekerjaan dan tanggung jawab yang
dipikul oleh sekolah akan menjadi ringan.
Setiap
aktivitas pendidikan, apalagi yang bersifat inovatif, seharusnya
dikomunikasikan dengan masyarakat khususnya orang tua siswa, agar merka sebagai
salah satu penanggung jawab pendidikan menegrti mengapa aktoivitas tersebut
harus dilakukan oleh sekolah dan pada sisi mana mereka dapat berperan membantu
sekolah dalam merealisasikan program inovatif tersebut.
Dengan
hubungan yang harmonis tersebut ada beberapa manfaat pelaksanaan hubungan
sekolah dengan masyarakat (School Public
Relation) yaitu:
Bagi Sekolah/sekolah.
1.
Memperbesar
dorongan mawas diri, sebab seperti diketahui pada saat dengan berkembangnya
konsep pendidikan oleh masyarakat, untuk masyarakat dan dari masyarakat serta
mulai berkembangnya impelementasi manajemen berbasis sekolah, maka pengawasan
sekolah khususnya kualitas sekolah akan dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh masyarakat antara lain melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah.
2.
Memudahkan/meringankan
beban sekolah dalam memperbaiki serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan di tingkat sekolah. Hal ini akan tercapai apabila sekolah
benar-benar mampu menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam pengembangan dan
peningkatan sekolah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
sekolah yang berkembang dan berkualitas baik apabila tidak mendapat dukungan
yang kuat dari masyarakat lingkungannya. Masyarakat akan mendukung sepenuhnya
serta membantunya apabila sekolah mampu menunjukkan kinerja yang berkualitas.
3.
Memungkinkan
upaya peningkatan profesi mengajar guru. Melalui hubungan yang erat dengan masyarakat,
maka profesi guru akan semakin mudah untuk tumbuh dan berkembang. Sebab pada
dasarnya laboraturium terbaik bagi sekolah seperti sekolah adalah masyarakatnya
sendiri. Demikian pula laboraturium profesi guru yang professional akan
dibuktikan oleh masyarakatnya.
4.
Opini
masyarakat tentang sekolah akan lebih positif/benar. Opini yang positif akan
sangat membantu sekolah dalam mewujudkan segala program dan rencana
pengembangan sekolah secara optimal, sebab opini yang baik merupakan modal
utama bagi sekolah untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Bantuan
masyarakat hanya akan lahir apabila mereka memiliki opini dan persepsi yang
positif tentang sekolah. Karena itu keterbukaan, kebersamaan dan komitmen
bersama perlu ditumbuhkembangkan di lingkungan sekolah.
5.
Masyarakat
akan ikut serta memberikan
kontrol/koreksi terhadap sekolah, sehingga sekolah akan lebih hati-hati.
6.
Dukungan
moral masyarakat akan tumbuh terhadap sekolah sehingga memudahkan mendapatkan
bantuan material dari masyarakat dan akan memberikan kemudahan dalam penggunaan
berbagai sumber belajar termasuk nara sumber yang ada dalam masyarakat.
Bagi
Masyarakat, dengan adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dengan
masyarakat maka:
1. Masyarakat/orang tua murid akan mengerti tentang berbagai hal yang
menyangkut penyelenggaraan pendidikan di sekolah
2. Keinginan dan harapan masyarakat terhadap sekolah akan lebih mudah
disampaikan dan direalisasikan oleh pihak sekolah.
3. Masyarakat akan memiliki kesempatan memberikan saran, usul maupun
kritik untuk membantu sekolah menciptakan sekolah yang berkualitas.
Seperti
diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sekolah sebagai institusi tidak dapat
lepas dari masyarakat di lingkungan sekolah tersebut berada. Saling keterkaitan
sekolah dengan masyarakat ini akan semakin terasa dengan orang tua murid pada
saat tumbuh dan berkembang berbagai kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat
terlarang, prestasi belajar yang rendah dan berbagai masalah pembelajaran lain.
Untuk
memahami apa dan untuk apa program hubungan sekolah dan masyarakat perlu
diaplikasikan secara intensif dalam pengelolaan pendidikan, berikut ini akan
diuraikan beberapa hal pokok: Pengertian, Tujuan, Prinsip hubungan sekolah dengan masyarakat.
Secara
umum orang dapat mengatakan apabila terjadi kontak, pertemuan dan lain-lain
antara sekolah dengan orang di luar sekolah, adalah kegiatan hubungan sekolah
dengan masyarakat. Apakah ini yang dimaksud dengan hubungan sekolah dengan
masyarakat, tentunya yang dimaksudkan dalam uraian disini tidak sesederhana
pengertian tersebut.
Arthur
B. Mochlan menyatakan school public
relation adalah kegiatan yang dilakukan sekolah atau sekolah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Apa
sebenarnya kebutuhan masyarakat terhadap sekolah (sekolah)? Masyarakat (lebih
khusus lagi orang tua murid) mengirimkan anak-anaknya ke sekolah agar mereka
dapat menjadi manusia dewasa yang bermanfaat bagi kehidupannya dan bagi
masyarakat secara umum. Secara praktis sering kita dengar para orang tua
menginginkan anaknya dapat berprestasi di sekolah (khususnya NEM). Ini berarti
kebutuhan masyarakat terhadap sekolah adalah penyelenggaraan dan pelayanan
proses belajar mengajar yang berkualitas dengan out put yang berkualitas pula.
Dengan tuntutan yang demikian akan
menjadi beban bagi sekolah, dengan segala keterbatasan yang dimilikinya
(tenaga, biaya, waktu dan sebagainya).
Pengertian
di atas memberikan isyarat kepada kita bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat
lebih banyak menekankan pada pemenuhan akan kebutuhan masyarakat yang terkait
dengan sekolah. Di sisi lain pengertian tersebut di atas menggambarkan bahwa
pelaksanaan hubungan masyarakat tidak menunggu adanya permintaan masyarakat,
tetapi sekolah/sekolah berusaha secara aktif (jemput bola), serta mengambil
inisiatif untuk melakukan berbagai aktivitas agar tercipta hubungan dan
kerjasama harmonis.
Apabila
dicermati pengertian tersebut di atas, nampaknya lebih mengarah pada pola
hubungan satu arah, yaitu kemauan sekolah/sekolah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat tentang hal-hal yang berkaitan dengan sekolah. Ini berarti pihak
sekolah kurang mendapatkan balikan dari pihak masyarakat.
Definisi
yang lebih lengkap diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah
(2000), yang menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
1. Information given to the
public (memberikan informasi secara jelas dan lengkap
kepada masyarakat)
2. Persuasion directed at the
public, to modify attitude and action (melakukan
persuasi kepada masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan yang perlu
mereka lakukan terhadap sekolah)
3. Effort to integrated attitudes
and action of institution with its public and of public with the institution (suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh
sekolah dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat secara timbal
balik, yaitu dari sekolah ke masyarakat dan dari masyarakat ke sekolah.
Pengertian
di atas memberikan gambaran kepada kita apa sebenarnya hakekat hubungan sekolah
dan masyarakat. Hal terpenting dari pengertian di atas, adalah adanya informasi
yang diberikan kepada masyarakat yang dampaknya dapat merubah sikap dan
tindakan masyarakat terhadap pendidikan serta masyarakat memberikan sesuatu
untuk perbaikan pendidikan.
Dengan
memahami dua pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat di atas, kita dapat
membuat suatu pengertian sederhana tentang hubungan sekolah dan masyarakat
sebagai suatu “proses kegiatan menumbuhkan dan membina saling pengertian kepada
masyarakat dan orang tua murid tentang visi dan misi sekolah, program kerja
sekolah, masalah-masalah yang dihadapi serta berbagai aktivitas sekolah lainnya”.
Pengertian
ini memberikan dasar bagi sekolah, bahwa sekolah perlu memiliki visi dan misi
serta program kerja yang jelas, agar masyarakat memahami apa yang ingin dicapai
oleh sekolah dan masalah/kendala yang dihadapi sekolah dalam mencapai tujuan,
melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian mereka
dapat memikirkan tentang peranan apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat/orang
tua murid dan stakeholders lainnya untuk membantu sekolah.
Pemahaman
masyarakat yang mendalam, jelas dan konprehensip tentang sekolah merupakan
salah satu faktor pendorong lahirnya dukungan dan bantuan mereka terhadap
sekolah. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh C.L. Brownell seperti
dikutip oleh Suriansyah (2001) yang menyatakan bahwa: Knowledge of the program is essential to understanding, and
understanding is basic to appreciation, appreciation is basic to support.
Bertolak
dari pendapat yang diungkapkan Brownell tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
sekolah/sekolah perlu melakukan beberapa aktivitas dalam melaksanakan manajemen
peran serta masyarakat agar dapat mencapai hasil yang diharapkan dan
memberdayakan masyarakat dan stakeholders lainnya. Beberapa aktivitas tersebut
adalah:
Selalu
memberikan penjelasan secara periodik kepada masyarakat tentang program-program
pendidikan di sekolah, masalah-masalah yang dihadapi dan kemajuan-kemajuan yang
dapat dicapai oleh sekolah (berfungsi sebagai akuntabilitas). Agar pemahaman
program oleh masyarakat menyentuh hal yang mendasar, maka harus dimulai dengan
penjelasan tentang Visi dan Misi serta tujuan sekolah secara keseluruhan. Apa
yang dimaksud dengan Visi dan Misi Sekolah anda dapat memperdalam pada
buku-buku reference lain. Kenyataan selama ini tidak semua warga sekolah
menghayati atau memiliki pemahaman yang mendalam tentang visi dan misi sekolah,
sehingga pada saat masyarakat ingin mengetahui secara mendalam tentang hal
tersebut warga sekolah (guru, murid, staf tata usaha dan lain-lain) tidak dapat
memberikan penjelasan secara rinci. Hal
ini akan memberikan kesan yang kurang baik kepada masyarakat.
Apabila
penjelasan-penjelasan tersebut dipahami masyarakat dan apa yang diinginkan
serta program-program tersebut sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, maka penghargaan mereka terhadap sekolah
akan tumbuh. Tumbuhnya penghargaan inilah yang akan mendorong adanya dukungan
dan bantuan mereka pada sekolah. Dengan demikian maka program sekolah harus seiring dengan kebutuhan
masyarakat. Karena memang pelanggan dan pengguna hasil lulusan sekolah adalah
masyarakat. Atau dengan kata lain pelanggan sekolah itu pada hakekatnya adalah
siswa dan orang tua siswa serta masyarakat. Karena itu kebutuhan dan kepuasan
pelanggan merupakan hal pokok yang harus diperhatikan oleh lembaga sekolah.
Sebagai contoh: Bagaimana masyarakat mau membantu sekolah apabila sekolah di
tengah masyarakat religius dan fanatic,
sekolah tidak pernah memprogramkan kegiatan sekolah yang bersifat
religius, sehingga sekolah terisolir dari masyarakatnya. Sekolah menjadi menara
gading bagi lingkungan masyarakatnya sendiri. Kondisi ini yang mendorong
masyarakat untuk tidak terlibat apalagi berpartisipasi membantu sekolah.
Bertolak
dari gambaran tersebut di atas, Nampak
manfaat yang sangat besar bagi sekolah dan masyarakat, apabila hubungan
sekolah dengan masyarakat benar-benar dapat dikelola dan direalisasikan secara
utuh sesuai dengan konsepsi di atas.
Di
samping manfaat seperti diuraikan di atas, pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat yang baik akan memberikan manfaat lain seperti:
1.
Masyarakat/orang
tua murid dan stakeholders lainnya akan mengerti dengan jelas tentang Visi,
misi, tujuan dan program kerja sekolah, kemajuan sekolah beserta
masalah-masalah yang dihadapi sekolah
secara lengakap, jelas dan akurat.
2.
Masyarakat/orang
tua murid dan stakeholders lainnya akan mengetahui persoalan-persolan yang
dihadapi atau mungkin dihadapi sekolah dalam mencapai tujuan yang diinginkan
sekolah. Dengan demikian mereka dapat melihat secara jelas dimana mereka dapat
berpartisipasi untuk membantu sekolah.
3.
Sekolah
akan mengenal secara mendalam latar belakang, keinginan dan harapan-harapan
masyarakat terhadap sekolah. Pengenalan harapan masyarakat dan orang tua murid
terhadap sekolah, khususnya sekolah merupakan unsure penting guna menumbuhkan
dukungan yang kuat dari masyarakat. Apabila hal ini tercipta, maka sikap
apatis, acuh tak acuh dan masa bodoh masyarakat akan hilang. Yang menjadi
pertanyaan adalah, sudahkah sekolah mengenal harapan masyarakat? Atau sekarang
justru sekolah memaksakan harapannya kepada masyarakat! Coba kita analisis
kondisi tersebut berdasarkan pengalaman dan penglihatan selama ini dalam
praktek penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Apabila kita belum
melakukan hal tersebut, maka sudah saatnya mulai sekarang sekolah berbenah diri
untuk membangun kemitraan dengan masyarakat/ stakeholders untuk kemajuan
sekolah.
Apabila
kondisi dia atas tercipta, para siswa secara langsung mengetahui bahwa mereka
mendapat perhatian yang besar dari kedua belah pihak, baik pihak orang
tua/masyarakat maupun pihak sekolah. Hal ini tentunya merupakan kartu kendali
bagi sekolah untuk bersikap, berperilaku dan bertindak di luar aturan sekolah
yang ada. Kendali/control yang dilakukan bersama antara sekolah dan masyarakat
secara terpadu akan memberikan ruang sempit bagi siswa, maupun warga sekolah
lainnya yang akan bertindak atau berperilaku tidak sesuai dengan norma dan
nilai yang berlaku di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Dalam
kenyataan yang ditemui di lembaga-sekolah sekarang ini nampaknya masih sedikit
ditemukan pola-pola hubungan yang dapat mendorong terciptanya keempat hal pokok
di atas. Hal ini disebabkan adanya persepsi bahwa peningkatan mutu sekolah dan
peningkatan proses pembelajaran cukup dilakukan oleh pihak sekolah atau pihak
pemerintah secara sepihak. Sedangkan pihak masyarakat dan orang tua murid cukup
dimintakan bantuannya dalam bentuk keuangan saja, atau ada semacam persepsi
seolah-olah sekolah yang bertanggung jawab dalam peningkatan mutu. Sedangkan
orang tua (masyarakat) tidak perlu terlibat dalam upaya peningkatan mutu di sekolah.
Keterlibatan orang tua/masyarakat sering diinterpretasikan atau dipersepsi
sebagai bentuk intervensi yang terlalu jauh memasuki kawasan otonomi sekolah.
Keadaan ini juga turut berpengaruh terhadap terciptanya hubungan yang akrab antar
sekolah dengan pihak masyarakat. Persepsi yang salah ini sebagai akibat dari
kurangnya pemahaman masyarakat tentang pendidikan dan juga pemahaman warga
sekolah tentang apa dan bagaimana harusnya pengelolaan hubungan sekolah dengan
masyarakat dibangun. Di samping itu pemberdayaan masyarakat masih cenderung
pada aspek pembiayaan.
Pengelolaan
hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai salah satu aktivitas yang mendapat
kedudukan setara dengan kegiatan pengajaran, pengelolaan keuangan, Pengelolaan
kesiswaan dan sebagainya (ingat substansi kegiatan management sekolah) juga
harus direncanakan, dikelola dan dievaluasi secara baik. Tanpa perencanaan dan
pengelolaan serta evaluasi yang baik, tujuan yang hakiki dari kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat tidak akan tercapai.
Apa
sebenarnya yang ingin dicapai dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
?, gambaran pada pembahasan di atas sudah memperlihatkan kepada kita tentang
apa yang ingin dicapai dalam kegiatan ini. Secara lebih lengkap Elsbree dan Mc Nelly
seperti dikutip oleh Suriansyah (2001) menyatakan bahwa kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk
1. To
improve the quality of children’s learning and growing.
2. To
rise community goals and improve the quality of community living
3. To
develop understanding, enthusiasm and support for community program of public
educations
Dari pendapat ini terlihat bahwa
yang ingin dicapai dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat ini tidak
hanya sekedar mendapat bantuan keuangan dari orang tua murid/masyarakat, tetapi
lebih jauh dari hal tersebut yaitu
pengembangan kemampuan belajar anak dan peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat, yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dukungan mereka akan
pendidikan.
Sebagai bahan perbandingan, anda
dapat mempelajari tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat yang dikemukakan
oleh L.Hagman sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bantuan dari orang tua
murid/masyarakat, Bantuan apa? Ingat
bantuan ini bukan hanya sekedar uang! Untuk melaporkan perkembangan dan
kemajuan, masalah dan prestasi-prestasi yang dapat dicapai sekolah. Kapan sebenarnya laporan ini perlu dilakukan oleh pihak sekolah ?
2. Untuk memajukan program pendidikan.
3. Untuk mengembangkan kebersamaan dan kerjasama yang erat, sehingga
segala permasalahan dan lain-lain dapat dilakukan secara bersama dan dalam
waktu yang tepat.
Dari
berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan sekolah/sekolah dengan
masyarakat sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan:
1. Kualitas pembelajaran. Kualitas lulusan sekolah dalam aspek kognitif,
afektif maupun psikomotor hanya akan dapat tercipta melalui proses pembelajar
di kelas maupun di luar kelas. Proses pembelajaran yang berkualitas akan dapat
dicapai apabila didukung oleh berbagai pihak termasuk orang tua
murid/masyarakat.
2. Kualitas hasil belajar siswa. Kualitas belajar siswa akan tercapai
apabila terjadi kebersamaan persepsi dan tindakan antara sekolah, masyarakat
dan orang tua siswa. Kebersamaan ini terutama dalam memberikan arahan,
bimbingan dan pengawasan pada anak/murid dalam belajar. Karena itu peningkatan
kemitraan sekolah dengan orang tua murid dan masyarakat merupakan prasyarat
yang tidak dapat ditinggalkan dalam konteks peningkatan mutu hasil belajar.
3.
Kualitas pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik serta kualitas masyarakat (orang tua murid) itu
sendiri. Kualitas masyarakat akan dapat dibangun melalui proses pendidikan dan
hasil pendidikan yang handal. Lulusan yang berkualitas merupakan modal utama dalam membangun kualitas
masyarakat di masa depan.
Ini
berarti segala program yang dilakukan dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat harus
mengacu pada peningkatan kualitas pembelajaran, kualitas hasil belajar dan kualitas
pertumbuhan/perkembangan peserta didik. Apabila hal tersebut dapat kita
lakukan, maka persepsi masyarakat tentang sekolah akan dapat dibangun secara
optimal.
Apabila
kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat ingin berhasil mencapai sasaran,
baik dalam arti sasaran masyarakat/orang tua yang dapat diajak kerjasama maupun
sasaran hasil yang diinginkan, maka beberapa prinsip-prinsip pelaksanaan di
bawah ini harus menjadi pertimbangan dan perhatian. Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat adalah sebagai berikut:
1.
Integrity
Prinsip ini
mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat harus
terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan, disampaikan dan disuguhkan kepada
masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi kegiatan akademik
maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik. Hindarkan sejauh mungkin
upaya menyembunyikan (hidden activity)
kegiatan yang telah, sedang dan akan dijalankan oleh sekolah, untuk menghindari
salah persepsi serta kecurigaan terhadap sekolah. Biasanya sering terjadi
sekolah tidak menginformasikan atau menutupi sesuatu yang sebenarnya menjadi
masalah sekolah dan perlu bantuan atau dukungan orang tua murid. Oleh sebab itu
sekolah harus sedini mungkin mengantisipasi kemungkinan adanya salah persepsi,
salah interpretasi tentang informasi yang disajikan dengan melengkapi informasi
yang akurat dan data yang lengkap, sehingga dapat diterima secara rasional oleh
masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan penilaian dan kepercayaan
masyarakat/orang tua murid terhadap sekolah, atau dengan kata lain transparansi
sekolah sangat diperlukan, lebih-lebih dalam era reformasi dan abad informasi
ini, masyarakat akan semakin kritis dan berani memberikan penilaian secara
langsung tentang sekolah. Bahkan tidak jarang penilaian dan persepsi yang
disampaikan masyarakatan tentang sekolah sering tidak memiliki dasar dan data
yang akurat dan valid. Persepsi yang demikian apabila tidak dihindari akan menyebabkan
hal yang negatif bagi sekolah, akibatnya sekolah tidak akan mendapat dukungan
bahkan mungkin sekolah hanya akan menunggu waktu kematiannya. Karena dia tidak dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakatnya
sendiri.
2.
Continuity
Prinsip
ini berarti bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat, harus
dilakukan secara terus menerus. Jadi pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat jangan hanya dilakukan secara insedental atau sewaktu-waktu,
misalnya hanya 1 kali dalam satu tahun atau sekali dalam satu
semester/caturwulan, atau hanya dilakukan oleh sekolah pada saat akan meminta
bantuan keuangan kepada orang tua /masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan
masyarakat selalu beranggapan bahwa apabila ada panggilan sekolah untuk datang
ke sekolah selalu dikaitkan dengan minta bantuan uang. Akibatnya mereka
cenderung untuk tidak datang atau sekedar mewakilkan kepada orang lain untuk
menghadiri undangan sekolah.
Kenyataan
selama ini menunjukkan bahwa undangan kepada orang tua murid dari sekolah
sering diwakilkan kehadirannya kepada orang lain, sehingga kehadiran mereka
hanya berkisar antara 60% - 70% bahkan tidak jarang kurang dari 30%. Apabila
ini terkondisi, maka sekolah akan sulit mendapat dukungan yang kuat dari semua
orang tua murid dan masyarakat.
Perkembangan
informasi, perkembangan kemajuan sekolah, permasalahan-permasalahan sekolah
bahkan permasalahan belajar siswa selalu muncul dan tumbuh setiap saat, karena
itu maka diperlukan penjelasan informasi yang terus menerus dari sekolah untuk
masyarakat/orang tua murid, sehingga mereka sadar akan pentingnya keikutsertaan
mereka dalam meningkatkan mutu pendidikan putra-putrinya. Oleh sebab itu maka
informasi tentang sekolah yang akan disampaikan kepada masyarakat juga harus di
updating setiap saat. Informasi yang sudah out update akan memberikan kesan
kurang baik oleh masyarakat kepada sekolah.
3.
Coverage
Kegiatan
pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup semua aspek, factor atau
substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh masyarakat, misalnya
program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial teaching dan lain-lain
kegiatan. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa segala informasi hendaknya
lengkap, akurat dan up to date.
Lengkap
artinya tidak satu informasipun yang harus ditutupi atau disimpan, padahal masyarakat/orang tua murid mempunyai
hak untuk mengetahui keberadaan dan kemajuan (progress) sekolah dimana anaknya belajar. Oleh sebab itu informasi
kemajuan sekolah, kegagalan/masalah yang dihadapi sekolah serta prestasi yang
dapat dicapai sekolah harus dinformasikan kepada masyarakat. Akurat artinya
informasi yang diberikan memang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
dalam kaitannya ini juga berarti bahwa informasi yang diberikan jangan
dibuat-buat atau informasi yang obyektif.
Sedangkan
up to date berarti informasi yang
diberikan adalah informasi perkembangan, kemajuan, masalah dan prestasi sekolah
terakhir. Dengan demikian masyarakat dapat memberikan penilaian sejauh mana
sekolah dapat mencapai misi dan visi yang disusunnya.
4.
Simplicity
Prinsip
ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan masyarakat yang
dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok pihak pemberi informasi (sekolah) dapat
menyederhanakan berbagai informasi yang disajikan kepada masyarakat. Informasi
yang disajikan kepada masyarakat melalui pertemuan langsung maupun melalui media hendaknya disajikan dalam
bentuk sederhana sesuai dengan kondisi dan karakteristik pendengar (masyarakat
setempat). Prinsip kesederhanaan ini juga mengandung
makna bahwa:
a. Informasi
yang disajikan dinyatakan dengan kata-kata yang penuh persahabatan dan mudah
dimengerti. Banyak masyarakat yang tidak memahami istilah-istilah yang sangat
ilmiah, oleh sebab itu penggunaan istilah sedapat mungkin disesuaikan dengan
tingkat pemahaman masyarakat yang menjadi audience.
b. Penggunaan
kata-kata yang jelas, disukai oleh masyarakat atau akrab bagi pendengar.
c. Informasi
yang disajikan menggunakan pendekatan budaya setempat.
5.
Constructiveness
Program
hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif dalam arti sekolah memberikan informasi yang
konstruktif kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan memberikan
respon hal-hal positif tentang sekolah
serta mengerti dan memahami secara detail berbagai masalah (problem dan constrain) yang dihadapi
sekolah. Apabila hal tersebut dapat mereka mengerti, akan merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong mereka untuk memberikan bantuan kepada sekolah
sesuai dengan permasalahan sekolah yang perlu mendapat perhatian dan pemecahan
bersama. Hal ini menuntut sekolah untuk membuat daftar masalah (list of problems) yang perlu
dikomunikasikan secara terus menerus kepada sasaran masyarakat tertentu.
Prinsip
ini juga berarti dalam penyajian informasi hendaknya obyektif tanpa emosi dan
rekayasa tertentu, termasuk dalam hal ini memberitahukan kelemahan-kelemahan
sekolah dalam memacu peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Prinsip
ini juga berarti bahwa informasi yang disajikan kepada khalayak sasaran harus
dapat membangun kemauan dan merangsang untuk berpikir bagi penerima informasi.
Penjelasan
yang konstruktif akan menarik bagi masyarakat dan akan diterima oleh masyarakat
tanpa prasangka tertentu, hal ini akan mengarahkan mereka untuk berbuat sesuatu
sesuai dengan keinginan sekolah. Untuk itu informasi yang ramah, obyektif
berdasarkan data-data yang ada pada sekolah.
6. Penyesuaian (Adaptability)
Program
hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan keadaan di
dalam lingkungan masyarakat tersebut. Penyesuaian dalam hal ini termasuk
penyesuaian terhadap aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam
kehidupan masyarakat. Bahkan pelaksanaan kegiatan hubungan dengan masyarakat
pun harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Misalnya saja masyarakat
daerah pertanian yang setiap pagi bekerja di sawah, tidak mungkin sekolah
mengadakan kunjungan (home visit)
pada pagi hari.
Pengertian-pengertian
yang benar dan valid tentang opini serta factor-faktor yang mendukung akan
dapat menumbuhkan kemauan bagi masyarakat untuk berpartisipasi kedalam
pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi sekolah.
Prosedur
pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat dilaksanakan melalui 4 tahap
berikut ini:
1. Menganalisis masyarakat
Kegiatan
pertama dalam pelaksanaan manajemen peran serta masyarakat adalah menganalisis
masyarakat yaitu yang berkaitan dengan sasaran masyarakat, kondisi, karakter,
kebutuhan dan keinginan masyarakat akan pendidikan, problem yang dihadapi
masyarakat serta aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya seperti kebiasaan,
sikap, religius (fanatisme beragama) dan sebagainya. Hal ini sangat penting,
karena pemahaman yang salah tentang kondisi masyarakat, akan menyebabkan
program-program yang disusun dan dikembangkan oleh sekolah dalam rangka
pemberdayaan masyarakat untuk pendidikan akan kurang tepat. Untuk melakukan
analisis ini ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu:
a.
Warga
Sekolah memiliki kepekaan yang tinggi tentang masyarakat lingkungannya atau
orang tua murid yang menjadi warga sekolahnya. Warga sekolah sudah semestinya
merasakan secara sensitif atau peka tentang berbagai isu di tengah masyarakat
baik yang terkait dengan pendidikan atau aspek lainnya yang akan mempengaruhi
kegiatan pendidikan, Sensitivitas ini harus dimiliki oleh semua warga sekolah,
mulai dari kepala sekolah, guru dan staf sekolah lainnya. Pada saat ini banyak
hal atau isu yang berkembang di masyarakat/orang tua murid tentang pendidikan,
baik yang sengaja dikembangkan oleh orang tertentu maupun yang berkembang
akibat kebijakan pendidikan oleh pejabat pendidikan termasuk kebijakan yang
diambil oleh sekolah seperti tentang BOS, uang sumbangan penerimaan siswa baru
dan lain-lain.
b.
mengadakan
pengamatan melalui survey tentang kebiasaan, adat istiadat yang mendukung atau
bahkan menghambat kemajuan pendidikan yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Untuk itu warga sekolah
harus sudah terbiasa bergaul di tengah-tengah masyarakatnya dan akrab dengan
semua orang tua murid tanpa memandang strata social mereka. Dengan cara ini
akan memberikan kemungkinan yang besar bagi warga sekolah mengakses berbagai
informasi, isu, dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan anaknya di sekolah.
c.
mengadakan
wawancara dan dialog langsung dengan masyarakat khususnya melalui tokoh kunci (key informant), untuk mengetahui apa
kebutuhan dan aspirasi mereka. Untuk dapat melaksanakan ini, setiap warga
sekolah perlu memiliki kemampuan wawancara yang handal.
2. Mengadakan komunikasi
Tahap
kedua dalam mengadakan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah mengadakan
komunikasi dengan masyarakat sasaran. Mengadakan komunikasi pada dasarnya
menyampaikan informasi dan pesan dari pihak sekolah kepada masyarakat sasaran
khususnya berkaitan dengan kemajuan (progress), program dan masalah (problem).
Dalam melakukan komunikasi menurut John L. Beckley, agar berhasil ada beberapa hal yang diperhatikan yaitu:
a.
Practice Self Control, dalam hal ini berarti sebelum memberikan
informasi kepada orang lain, pastikan bahwa informasi, petunjuk atau saran yang
diberikan telah dilakukan oleh si pemberi informasi. Karena itu kalau sekolah
meminta masyarakat memperhatikan sekolah, tanyakan dulu pada sekolah apakah
sekolah sudah memperhatikan kebutuhan masyarakatnya.
b.
Appraised and where deserve, artinya dalam berkomunikasi perlu
memberikan penghargaan kepada lawan komunikasi, meskipun penghargaan tidak
selalu dalam bentuk materi, misalnya jangan memalingkan muka pada saat lawan
komunikasi berbicara, katakan baik, anggukan dan lain-lain.
c.
Criticize Tactfully, artinya kalau anda ingin memberikan
kritik dalam berkomunikasi, berikan secara bijaksana sehingga tidak mengganggu
perasaan orang lain.
d.
Always listen, berupayalah anda untuk belajar mendengarkan
orang lain, termasuk dalam hal ini sensitif pada perasaan orang lain dengan
melihat gejala yang muncul. Misalnya jangan paksakan meneruskan pembicaraan
apabila terlihat lawan berkomunikasi sudah sangat bosan. Jangan mendominasi
pembicaraan dengan orang lain (masyarakat lawan dialog), coba dengarkan apa
yang mereka katakana (termasuk perkataan mereka melalui gerak tubuh), pahami
dan hayati maknanya. Apabila terjadi perbedaan persepsi dengan mereka coba cari
persamaannya, jangan perbesar perbedaannya.
e.
Stress Reward, berikan penghargaan/ganjaran kepada lawan bicara
kalau memang patut diberikan penghargaan. Penghargaan yang dimaksudkan dalam hal ini bukan
hanya semata-mata dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk non materi.
f.
Considered the persons interest, artinya perhatikan minat setiap individu
lawan bicara. Oleh sebab itu mulailah pembicaraan dari sesuatu masalah yang
menjadi minat, hobi atau pusat perhatian orang. Dalam pengertian ini dalam
dialog jangan paksakan memulai pembicaraan dari konsep kita, tetapi mulailah
dari sesuatu yang menjadi kebiasaan dan minat mereka, baru diarahkan kepada apa
yang kita inginkan.
Keberhasilan komunikasi merupakan kunci
keberhasilan dalam mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat (skill
ini communication is a key to successful team effort). Artinya kalau anda
ingin berhasil dalam memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, maka kunci pertama yang harus dikuasai
adalah kemampuan berkomunikasi. Kembangkan kemampuan berkomunikasi secara baik,
hal ini dapat dilakukan melalui latihan dan membiasakan berkomunikasi pada banyak
orang.
3. Melibatkan Masyarakat
Melibatkan masyarakat bukan hanya sekedar menyampaikan
pesan tapi lebih dari itu menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai
kegiatan dan program sekolah. Bagaimana teknik agar masyarakat dapat terlibat
secara aktif dapat anda pelajari pada bagian bab berikut tentang teknik
hubungan sekolah dengan masyarakat di bawah ini
Pelaksanaan
manajemen peran serta masyarakat yang baik tidak hanya tergantung pada
perencanaan dan persiapan materi yang baik, tetapi sangat tergantung pada
ketepatan dalam menentukan dan menggunakan teknik komunikasi yang
digunakan. Elsbree dam Mc Nelly
menyatakan beberapa teknik hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai berikut: Newspapers, Radio Programmed, Parent Teacher
Association Meeting, Special Bulletin
for parent, Active Participation of Staff off staff in community organization.
Senada
dengan pendapat di atas Leonard V Koes, juga menyatakan beberapa teknik dalam
melakukan hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai berikut: The Public frequently reported as used with
patrons and the general public exhibits, local newspaper, commencement exercise,
bulletins to home, home and school visitations, parent teachers association,
service to community organization report and radio.
Edward
F DeRoche menyebutkan ada 25 cara dalam melaksanakan hubungan antara sekolah
dengan masyarakat yaitu:
1. Education weeks
2. Recognition days
3. Home visits
4. Teachers aides
5.
CARD
(Community Agency Recognation Day)
6. Parent Teachers Conference
7. Speaker’s Bureau
8. Open House
9. Home Study
10. School and classroom newsletters
11. Calenders
12. Voting Reminder card
13. Success card
14. Local Newspaper
15. Career Specialist
16. Slide presentation
17. Coffe hour
18. Activity Displays
19. Class project in the community
20. Letters to the editor
21. Public performances
22. Fairs and tours
23. Telephone hotline
24. Strategy borrowing
25. Suggestion boxes
Apabila kita cermati dari beberapa pendapat
tersebut, nampak bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai
cara dan media baik media langsung (tatap muka) maupun media tidak langsung.
Bahkan dalam perkembangan teknologi sekarang, hubungan sekolah dengan
masyarakat sebenarnya dapat dilakukan menggunakan teknologi modern seperti telepon,
internet dan sebagainya.
Berikut
ini ada beberapa teknik yang dapat dipertimbangkan sebagai salah satu media
dalam pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat yang umum dan memungkinkan
untuk dilaksanakan di sekolah.
1. Siaran Radio
Siaran
radio sebagai sarana penyebaran informasi memiliki keunggulan dalam luasnya
wilayah penyebaran informasi yang dapat dijangkau dalam waktu yang bersamaan.
Dengan demikian dalam waktu yang singkat dapat disebarkan informasi kesemua
pelosok pedesaan. Tetapi ada beberapa kelemahan siaran radio sebagai media
penyebaran informasi khususnya yang berkaitan dengan program pendidikan.
Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
Diperlukan
kemampuan yang tinggi dalam membuat, mendesain kemasan acara siaran yang mampu
menarik minat masyarakat untuk mendengarkan siaran radio. Ini berarti
memerlukan waktu yang relatif lama dan terkendala tenaga yang dimiliki oleh
sekolah belum memiliki kemampuan yang tinggi untuk merancang materi siaran
secara profesional.
Masyarakat
perdesaan pada umumnya lebih senang mendengarkan radio dalam bentuk hiburan
seperti lagu-lagu dan drama.
Untuk
itu maka, acara siaran radio apabila digunakan sebagai salah satu teknik
hubungan sekolah dengan masyarakat maka, isi siaran/materi yang harus disampaikan
dikemas melalui selingan-selingan pesan pendek diantara acara-acara yang
menarik perhatian masyarakat seperti hiburan dan sendiwara radio. Di samping
itu dapat pula dilakukan dialog radio dan dialog interaktif melalui radio yang
digabungkan dengan acara hiburan. Dengan demikian acara tersebut akan diikuti
oleh masyarakat.
2. TV (khususnya Siaran Lokal).
TV Lokal
mempunyai keunggulan karena luasnya wilayah yang dapat dijangkau oleh siaran
dan mampu menjangkau semua wilayah
pedalaman/perdesaan serta cukup menarik. Tetapi ada beberapa kelemahan seperti:
Tidak
semua masyarakat sasaran (masyarakat miskin), memiliki pesawat TV, Sulitnya
membuat kemasan acara yang benar-benar menarik masyarakat .
Meskipun
demikian akhir-akhir ini nampaknya acara TV lokal sudah mulai digemari dan
diikuti oleh masayarakat, termasuk acara dialog interaktif yang disiarkan
sesuai dengan permasalahan yang sedang berkembang. Hal ini merupakan kesempatan
bagi sekolah untuk menampilkan prestasi yang dicapai kepada masyarakat secara
luas. Untuk itu siaran perlu didesain
dalam bentuk:
Dialog
interaktif dengan menampilkan Pejabat Dinas Pendidikan setempat, Kepala
Sekolah, Tokoh masyarakat (termasuk
tokoh-tokoh dari dunia usaha) dan tokoh agama
serta Tokoh Pendidik. Pada dialog ini masing-masing peserta berbicara menurut perspektif
masing-masing. Tokoh agama membahas pandangan agama terhadap kewajiban belajar,
dsb. Di samping itu dalam dialog ini akan dapat diungkap apa harapan masyarakat
dan tokoh masyarakat tentang pendidikan dan masyarakat tahu/mengerti apa
harapan sekolah terhadap masyarakat.
Release-release
berita tentang kegiatan yang berkaitan dengan keberhasilan Sekolah
(prestasi akademik siswa maupun prestasi non akademi).
Diskusikan dalam kelompok:
Coba susun
dan desain program sosialisasi tentang sekolah anda yang baru anda tempati
melalui program siaran TV local.
3. Sticker dan Kalender.
Sticker yang berisikan pesan-pesan singkat dan
promosi tentang sekolah dan poster- poster menarik dan lucu merupakan media yang sangat efektif untuk
digunakan sebagai media penyebaran informasi. Hal ini didasarkan pada
alasan-alasan sebagai berikut :
Karena
sticker diberikan langsung kepada anak-anak dan masyarakat/orang tua yang
memiliki anak yang sedang sekolah (disekolah yang bersangkutan), sehingga
informasi/pesan yang disampaikan dapat mencapai sasaran langsung tanpa
perantara. Sticker dapat pula berisi ajakan, seruan kepada anak-anak untuk
belajar (pengembangan minat baca) dan ajakan partisipasi kepada orang tua
murid/masyarakat untuk melakukan pengawasan belajar anak-anak serta pengawasan
perilaku dan pergaulannya.
Karena
sticker ditempatkan/ditempel oleh anak-anak / masyarakat yang menjadi sasaran
di berbagai tempat yang mudah dilihat (seperti : di rumah, mobil, sepeda motor,
sepeda, kapal, perahu dll), maka frekwensi dan intensitas interaksi media
dengan masyarakat sasaran menjadi lebih banyak dan intensif. Sebab menurut
hasil penelitian semakin banyak suatu media berinteraksi dengan pembacanya,
akan dapat merubah persepsi dan perilaku sasaran interaksi. Dengan sticker ini akan terjadi interaksi yang sangat
banyak (setiap hari).
Dengan
pembagian sticker kerumah-rumah masyarakat sasaran (anak-anak, warung dsb),
akan mendapatkan penghargaan bagi masyarakat pedesaan. Kondisi ini akan menumbuhkan
perhatian dan pada gilirannya akan menimbulkan sikap dukungan mereka terhadap
program sekolah yang disosialisasikan.
Sticker
sebagai media cukup murah dan mudah didesain. Disamping itu sticker ini akan
mampu bertahan minimal satu tahun. Dengan demikian isi pesan yang ada akan selalu dilihat dan diingat oleh
masyarakat sasaran. Misalnya dalam
sticker ini dapat dimuat pesan-pesan singkat tentang :
Sekolah
sukses masa depan cerah
Putus
sekolah Masa depan suram
Belajar Yes !!!!!
Narkoba
No!!!!!
Dan lain-lain.
4. Poster
Media
Poster sebagai media penyebaran informasi akan sangat efektif untuk
mencapai khalayak sasaran melalui
distribusi dan penempatan yang sangat fleksibel. Poster dapat ditempatkan
ditengah-tengah masyarakat seperti pasar, (sebagai tempat pertemuan mingguan
masyarakat pedesaan), kantor pelayanan masyarakat desa (kantor Kepala Desa,
Rumah RT dsb), bahkan dapat diberikan langsung ke rumah-rumah sasaran, serta
tempat-tempat lainnya. Dengan demikian poster diarahkan untuk mencapai khalayak
sasaran sebagai berikut:
a.
Masyarakat/orang
tua yang memiliki anak usia sekolah, anaknya terancam DO dan orang tua yang
anaknya lulus SD/MI tapi tidak melanjutkan atau diduga tidak akan melanjutkan
ketingkat SLTP, lebih-lebih pada saat ini tentang pelaksanaan ujian akhir
nasional, hal ini sangat penting untuk dikembangkan dan ditumbuhkan agar mereka
siap dan mengantisipasi dengan pembimbingan tersebut.
b.
Tokoh
masyarakat dan tokoh agama.
c. Institusi-institusi
masyarakat seperti tempat pengajian, langgar, mushola dan masjid.
d. Kantor
Pelayanan Masyarakat (Sekolah-sekolah dan kantor pendidikan di Kabupaten/Kodya
dan Kecamatan.
Agar poster ini benar-benar dapat
menyentuh dan menggugah kemauan orang tua murid/masyarakat untuk mendukung
program belajar anak dan program sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah atau
pengembangan sekolah, maka pesan harus didesain dengan pendekatan agama, dalam
arti menyebutkan ayat-ayat Alqur'an atau Hadist yang berkaitan dengan kewajiban
orang tua/masyarakat untuk mendidik, membimbing dan atau menyekolahkan anaknya
sampai batas tertentu.
Pesan akan efektif dan dapat
diterima oleh masyarakat apabila diucapkan oleh tokoh yang disegani (memiliki
kharismatik yang tinggi) di tengah-tengah masyarakat.
5. Perlombaan
Perlombaan
merupakan kegiatan yang cukup menarik bagi anak-anak usia sekolah di pedesaan,
hal ini akan mampu membuat dan meningkatkan motivasi anak berkompetisi secara
sehat, seperti lomba cerdas cermat, debat Bahasa Inggris, mengarang ceritera,
lomba KIR, lomba inovatif dan sebagainya. Hal ini sangat mendorong para siswa
untuk berkompetisi dan memacu kemampuannya baik secara individu maupun secara
kelompok yang mengatasnamakan sekolah. Untuk itu maka kegiatan perlombaan perlu
didesain secara tepat dan dilaksanakan sasaran dengan sasaran yang tepat, waktu
yang tepat dan substansi yang akurat. Kegiatan-kegiatan perlombaan yang cukup
menarik dan disaksikan oleh orang banyak (termasuk orang tua/masyarakat) adalah
sebagai berikut:
6. Leaflet
Leaflet
sebagai salah satu media untuk menyebarkan informasi, merupakan salah satu cara
yang cukup efektif. Sebab dengan media ini informasi dapat diberikan secara
lebih jelas dan lengkap. Di samping itu apabila media ini diberikan kepada
Tokoh masyarakt, tokoh agama, orang tua dan tokoh-tokoh lainnya, akan menjadi
bahan informasi yang jelas agar mereka dapat menjelaskan secara lengkap tentang
program belajar atau program
sekolah/pendidikan kepada masyarakat sasaran. Dengan demikian mereka merupakan
kepanjangan tangan Depdiknas, sekolah atau institusi pendidikan dalam
menyebarlusakan informasi secara benar
dan lengkap.
7. Dialog dengan Masyarakat (Pertemuan Sekolah dengan Masyarakat/ Orang
Tua Murid)
Edward
F De Roche menyatakan bahwa ada 4 tujuan dilaksanakannya kegiatan pertemuan antara
orang tua murid/masyarakat dengan pihak
sekolah, yaitu:
a. For
the teacher and the parents to get to know each other
b. For
the teachers to share information about the child’s academic progress and
behavior with the parents
c. For
parent to share information about the child’s out of school behavior and
activities with the teacher
d. For
both to examine solution to problems and to develop ways of maintaining
positive behavior and achievement
Dialog langsung ini dapat
dilakukan dengan orang tua murid, tokoh masyarakat dan atau tokoh agama serta
tokoh pendidikan lainnya tentang program belajar dan program sekolah,
lebih-lebih yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan baru yang diambil oleh
pemerintah/sekolah, yang akan berakibat pada orang tua. Dialog akan sangat
efektif apabila dilakukan langsung dengan masyarakat/orang tua murid yang
menjadi sasaran khusus. Oleh sebab itu dialog dapat dilakukan melalui berbagai
kegiatan sosial keagamaan yang ada di masyarakat seperti: Kelompok Pengajian,
Kelompok Yasinan. Kelompok Sholawat dan kelompok-kelompok lainnya yang tumbuh
dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan.
Melalui pertemuan yang dilakukan
secara berkala akan terjadi saling tukar menukar informasi (terjadi face to face relationship) antara
sekolah dengan orang tua murid/masyarakat. Di dalam pertemuan atau dialog ini
segala permasalahan yang dihadapi baik oleh sekolah maupun oleh orang tua
murid/masyarakat minimal diketahui bersama yang pada gilirannya akan dapat
dicari pemecahannya secara bersama. Pertemuan secara berkala ini dapat dilakukan
pada awal tahun ajaran, setelah catur wulan (setelah pembagian raport) atau
setelah tahun ajaran berakhir.
Salah satu pertemuan orang tua
murid dengan pihak sekolah/guru/wali kelas yang selama ini cukup banyak
digunakan oleh sekolah-sekolah adalah pembagian raport yang dilakukan melalui
orang tua siswa.
Pembagian raport melalui orang
tua murid ini memiliki keunggulan tersendiri sebagai teknik hubungan sekolah
dengan masyarakat apabila dilakukan secara benar. Sebab melalui kegiatan ini
orang tua akan mengetahui apa yang dikehendaki oleh pihak sekolah dalam
membantu anak didik pada saat berada di rumah. Di samping itu orang tua akan
tahu secara langsung dari guru (wali kelas) tentang kedudukan anaknya di dalam
kelas (termasuk pandai, sedang, bodoh, nakal, disiplin, bahkan masalah yang
dialami anak dalam belajar). Karena itu prosedur pembagian raport yang benar
harus dilakukan. Hal terpenting yang harus terjadi pada saat pembagian raport
bukanlah hanya sekedar orang tua murid datang dan menerima raport anaknya,
tetapi terjadi dialog antara kepala sekolah, guru dengan orang tua murid
tentang berbagai hal antara lain:
a.
Progress atau kemajuan yang diperoleh
anak dan prestasi sekolah, khususnya prestasi akademik maupun prestasi non
akademik. Secara khusus
progress anak dalam satu semester atau satu tahun ajaran perlu disampaikan
secara umum kepada semua orang tua murid. Pada anak tertentu (yang dianggap
bermasalah) perlu disampaikan berbagai hal yang terkait dengan anak seperti
perilaku keseharian, disiplin, motivasi belajar dan lain-lain secara khusus
(face to face) oleh wali kelas.
b.
Program. Program
apa yang akan dilakukan sekolah dalam satu semester yang akan datang atau satu
tahun yang akan datang, perlu diberitahukan kepada masyarakat/ orang tua murid
agar mereka mendapat kejelasan kemana arah pengembangan sekolah ini di masa
yang akan datang. Program jangka panjang maupun jangka pendek bahkan kalau
perlu program harian sekolah dalam mempercepat peningkatan mutu pendidikan
harus pula mendapat perhatian yang serius pada saat pertemuan dengan orang tua
murid/masyarakat.
c.
Problem,
yaitu berbagai permasalahan yang dihadapi sekolah, khususnya masalah yang
dihadapi anak dalam proses pendidikan di sekolah, sehingga orang tuanya
mengerti apa dan bagaimana mereka harus berperan dalam membantu sekolah untuk
meningkatkan kualitas anaknya masing-masing.
8. Kunjungan ke Rumah (Home Visit)
Home
visit merupakan salah satu cara dalam melaksanakan hubungan sekolah dengan
masyarakat/orang tua murid yang dapat mempererat hubungan antara sekolah dengan
orang tua murid. Melalui kunjungan ini ada
beberapa manfaat yang diperoleh yaitu:
a. Sekolah
mengenal situasi yang sebenarnya baik dari orang tua murid maupun dari siswa
secara langsung. Hal ini dapat berfungsi sebagai cross chek bagi sekolah
mengenai kondisi, karakter maupun kepribadian dan perilaku belajar anak di
rumah.
b. Orang
tua murid akan mendapat keterangan yang sebenarnya tentang anaknya di sekolah,
yang berkenaan dengan: hasil belajarnya, tingkah laku dan pergaulan di sekolah,
kehadiran di sekolah, prestasi non akademik dan lain sebagainya.
c. Sekolah
akan memperoleh data dan gambaran yang lengkap dan akurat tentang siswa di
rumah, sikap orang tua siswa dalam kehidupan di rumah atau pola pergaulan dalam
keluarga.
d. Sekolah
akan memperoleh data tentang kebutuhan orang tua akan pendidikan anaknya di
sekolah, beserta berbagai harapan yang mereka inginkan terhadap sekolah.
Informasi-informasi tersebut sangat diperlukan, baik oleh sekolah
maupun bagi orang tua murid dan keluarganya dalam upaya membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Jacobson yang menyatakan bahwa: Knowledge of the children’s background in a teachers
class or home is invaluable, because it result in clearer insight by teachers
into the problems witch condition the particular children.
9. Partisipasi Sekolah dengan Masyarakat Lingkungan
Sekolah
dapat berpartisipasi dengan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang
bersifat umum, misalnya turut kerja bakti, gotong royong kebersihan lingkungan
dan sebagainya. Melalui kegiatan ini akan dapat menciptakan saling pengertian
antara sekolah dengan masyarakat setempat. Adanya saling pengertian ini akan
membuahkan tumbuhnya saling membantu. Apabila ini dapat tercipta maka :
a.
Apa yang
diperbuat sekolah akan sesuai dengan keinginan masyarakat
b.
Masyarakat
akan memberikan bantuannya sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah.
Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Chamberlain and Kindred yang menyatakan bahwa: Through this exchange
of ideas teacher (and principal) can interpret the school to the community, and
community can be interpreted to the school.
Melalui partisipasi sekolah dalam
kegiatan masyarakat ini akan menumbuhkan kepekaan social sekolah terhadap
lingkungannya. Hal ini memberikan nilai tambah bagi anak didik dalam rangka
pembentukan karakter yang peka terhadap lingkungan. Kegiatan seperti kebersihan
lingkungan, penanaman pohon/penghijauan, membantu panti asuhan/ kunjungan,
bantuan korban bencana (misalnya banjir, kebakaran) maupun kegiatan lainnya di
masyarakat sangat mendukung pembentukan kepekaan social, solidaritas social.
Untuk terlaksananya kegiatan
tersebut secara efektif, diperlukan persiapan yang matang oleh sekolah dengan
terlebih dahulu dilakukan:
a. pembentukan
kepanitiaan yang melibatkan guru dan siswa serta orang tua siswa (bila
diperlukan)
b.
penetapan
sasaran kegiatan/lokasi dan jenis kegiatan.
c.
Persiapan
pembekalan awal kepada peserta kegiatan
d.
Persiapan
bahan yang diperlukan untuk kegiatan
e.
Serta
kemungkinan-kemungkinan lain yang tak terduga.
10. Surat Kabar/majalah
Surat
kabar/majalah merupakan media informasi yang dapat disebarkan keberbagai pihak,
institusi maupun sasaran lainnya secara luas. Melalui surat kabar sekolah ini
banyak informasi yang dapat diberikan/disosialisasikan kepada berbagai sasaran.
Penggunaan
surat kabar sekolah sebagai media memberikan informasi kepada masyarakat
memberikan nilai tambah yang besar, tidak hanya memberikan informasi kepada
masyarakat sekolah dan orang tua/masyarakat umum tentang sekolah, tetapi juga
memberikan nilai tambah bagi siswa khususnya dalam meningkatkan kemampuan
menulis melalui latihan sebagai penulis/wartawan kecil. Hal ini mendorong siswa untuk banyak membaca dan menggunakan
bahasa secara baik dan benar.
B.
Bentuk-bentuk
Pertisipasi orang Tua Murid/Masyarakat yang Diharapkan oleh Sekolah (khususnya
Sekolah)
Satu hal yang perlu disadari
adalah bahwa: apabila masyarakat menganggap sekolah merupakan cara dan lembaga
yang dapat member keyakinan untuk membina dan meningkatkan kualitas
perkembangan anak-anaknya, mereka akan mau berpartisipasi kepada sekolah
(Walsh). Untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangan pendidikan para
manajer pendidikan/kepala sekolah memegang peranan yang sangat strategis dan
menentukan. Kepala sekolah dapat melalui tokoh-tokoh masyarakat secara aktif
menggugah perhatian mereka untuk memahami dan membantu sekolah dalam berbagai
bentuk sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat. Mereka dapat diundang
untuk membahas bentuk-bentuk kerjasama dalam meningkatkan mutu pendidikan,
tukar menukar pendapat bahkan adu argumentasi dan sebagainya dalam mencari
solusi peningkatan mutu pendidikan. Bentuk partisipasi bagaimana yang
diharapkan sekolah terhadap orang tua murid, tentunya didasarkan pada tujuan
apa yang hendak dicapai oleh sekolah dalam proses pendidikan di sekolah.
Tujuan yang ingin dicapai sekolah
pada hakekatnya adalah tujuan pendidikan secara nasional. Tujuan tersebut apabila
kita cermati terlihat unsur-unsur sebagai berikut: Manusia yang bertaqwa, berbudi
pekerti dan berkepribadian, Disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab serta
mandiri, Cerdas dan terampil, Sehat jasmani dan rohani, Cinta tanah air dan
mempunyai semangat kebangsaan serta kesetiakawanan sosial.
Edward F DeRoche menyebutkan ada beberapa hal
pokok yang harus ditekankan dan menjadi perhatian utama untuk dibina,
dikembangkan dan ditingkatkan sekolah melalui
kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu:
1. Children’s and Parents work habits
2. Structur, routin and priorities
3.
Time to study,
work, play, sleep, read
4. Space to do these things
5. Responsibility, punctually and sharing
6. Academic guidance and support
7. Encouragement, interest and commitment
8. Prise, approval and reward
9.
Knowledge
of the child’s strengths, weaknesses and learning problems
10. Supervision of child’e homework, study and
activities
11. Use reference materials
12. Stimulation to explore and discuss ideas and events
13. Family/parent/child activities
14. Conversations, games, hobbies, play, reading
15. Family cultural activities
16. Discussion of books, television, enwspaper,
magazines
17. Language development in the home
18. Mastery of mother tongue
19. Correct language usage
20. Good speech habits
21. vocabulary and sentence pattern development
22. Listening, reading, talking and writing
23. Academic aspirations and expectations
24. Motivation to learn well
25. Support, encouragement
26. Parents’knowledge of school activities,
teachers, classes, subjects
27. Standards and expectations
28. Assistence to child’e aspirations
29. Plans fir high school, college the future
30. Friendships with others who have an interest in
education
31. Sacrifices of time and money
Apabila kita cermati pendapat di atas, nampak
bahwa apa yang diinginkan sekolah dari orang tua murid sebenarnya lebih
cenderung untuk meningkatkan prestasi akademik dan non akademik siswa. Jadi
komunikasi antara sekolah dengan masyarakat sebenarnya tidak hanya mencari
bantuan uang/material semata-mata, apalagi kalau bantuan material menjadi
tujuan utama dalam hubungan sekolah dengan masyarakat. Kondisi inilah
sebenarnya yang menyebabkan sering terjadi orang tua malas atau bahkan tidak
mau datang ke sekolah kalau mendapat undangan dari pihak sekolah.
Apabila
Masyarakat memandang sekolah (sekolah) sebagai lembaga yang memiliki cara kerja yang meyakinkan dalam membina
perkembangan anak-anak mereka, maka
masyarakat akan berpartisipasi kepada sekolah. Namun keadaan demikian
belum terjadi sepenuhnya di negara-negara berkembang, bahkan masih sangat
banyak masyarakat (orang tua murid) yang belum meyakini, belum tahu atau belum
mengerti apa dan bagaimana sekolah melakukan proses pendidikan bagi
anak-anaknya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti ketidaktahuan
mereka tentang pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat dalam memajukan
pendidikan, ketidakmampuan mereka dalam membantu sekolah/pendidikan karena
status social ekonomi mereka yang tergolong rendah, bahkan dapat juga
disebabkan karena ketidak pedulian mereka akan pendidikan padahal mereka
sebenarnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai dan status social ekonomi
yang tinggi.
Untuk
melibatkan masyarakat dalam peningkatan mutu sekolah, maka para manajer sekolah
(kepala sekolah) sudah seharusnya aktif menggugah perhatian masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan
sebagainya untuk bersama-sama berdiskusi atau bertukar pikiran untuk memecahkan
berbagai permasalahan yang dihadapi sekolah sambil memikirkan apa dan bagaimana
seharusnya kegiatan dan program kerja di masa depan.
Komunikasi
tentang pendidikan kepada masyarakat tidak cukup hanya dengan informasi verbal
saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pengalaman nyata yang ditunjukkan kepada
masyarakat agar timbul citra positif tentang pendidikan di kalangan mereka, sebab masyarakat pada umumnya ingin
bukti nyata sebelum mereka memberikan dukungan (National school Public Relation Association). Bukti itu dapat
ditunjukkan berupa pameran hasil produk sekolah, tayangan keberhasilan siswa
sebagai juara cerdas cermat, juara olah raga, tayangan penemuan inovatif
produktif siswa dan sekolah dan sebagainya.
Yang
menarik bagi masyarakat sebenarnya adalah apabila sekolah sanggup mencetak
lulusan yang siap pakai. Lulusan yang bermutu (misalnya sebagian besar siswanya
dapat melanjutkan sekolah ke sekolah yang lebih tinggi dan berkualitas).
Di
negara-negara maju, terutama yang menganut sistem desentralisasi sekolah
dikreasikan dan dipertahankan oleh masyarakat (Walsh, 1979). Kesadaran mereka
sebagai pemilik dan penangggung jawab pendidikan sudah sangat tinggi, sedangkan
di negara yang sedang berkembang masyarakat masih sangat menggantungkan mutu
pendidikan kepada pihak pemerintah, padahal pemerintah sendiri sangat kekurang
dana untuk hal tersebut.
Beberapa contoh partisipasi masyarakat dalam
pendidikan ialah:
1.
Mengawasi
perkembangan pribadi dan proses belajar putra-putrinya di rumah dan bila perlu
memberi laporan dan berkonsultasi dengan pihak sekolah. Hal memang agak jarang
dilakukan oleh orang tua murid, mengingat kesibukan bekerja atau karena alasan
lain. Tetapi hal ini perlu
ditingkatkan peran serta masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan anak-anak
mereka. Kenakalan anak sekolah dan lain-lain yang terjadi selama ini antara
lain akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan pada saat anak berada di luar
sekolah.
2. Menyediakan fasilitan belajar di rumah dan
membimbing putra-putrinya agar belajar dengan penuh motivasi dan perhatian. Hal ini sering menjadi masalah bagi orang tua murid, khususnya dalam
fasilitas belajar dan membimbing anak.
3. Menyediakan perlengkapan belajar yang dibutuhkan untuk belajar di sekolah
(sekolah)
4.
Berusaha
melunasi SPP dan bantuan pendidikan lainnya
5.
Memberikan
umpan balik kepada sekolah tentang pendidikan, terutama yang menyangkut keadaan
putra-putrinya. Umpan balik dari orang tua tentang keadaan yang sebenarnya
putra-putrinya sangat jarang dilakukan, karena mereka beranggapan akan
mempengaruhi penilaian sekolah dan guru tentang anaknya. Oleh sebab itu
penegasan sekolah untuk memilah mana yang terkait dan berpengaruh terhadap
penilaian dan mana informasi yang diperlukan untuk perbaikan dan pembinaan
anak-anak perlu dilakukan oleh sekolah, dengan demikian tidak ada perasaan
takut dari orang tua untuk memberikan informasi kepada sekolah tentang anaknya.
6.
Bersedia
datang ke sekolah bila diundang atau diperlukan oleh sekolah. Upayakan
memberikan keyakinan kepada orang tua bahwa kedatangan mereka sangat penting
untuk kemajuan anaknya di sekolah, dan hindarkan permintaan sumbangan dalam
bentuk uang sebagai pokok persoalan yang dibahas apabila mengundang orang tua
murid, lebih-lebih pada sekolah yang orang tuanya sebagian terbesar adalah
masyarakat menengah ke bawah.
7.
Ikut
berdiskusi memecahkan masalah-masalah pendidikan seperti sarana, pra sarana,
kegiatan, keuangan, program kerja dan sebagainya.
8.
Membantu
fasilitas-fasilitan belajar yang dibutuhkan sekolah dalam memajukan proses
pembelajaran.
9.
Meminjami
alat-alat yang dibutuhkan sekolah untuk berpraktek, apabila sekolah
memerlukannya
10. Bersedia menjadi tenaga pelatih/nara sumber bila diperlukan oleh
sekolah
11. Menerima para siswa dengan senang hati bila mereka belajar di
lingkungan masyarakat (praktikum misalnya)
12. Memberi layanan/penjelasan kepada siswa yang sedang belajar di
masyarakat
13. Menjadi responden yang baik dan jujur terhadap penelitian-penelitian
siswa dan sekolah
14. Bagi ahli pendidikan bersedia menjadi ekspert dalam membina sekolah
yang berkualitas
15. Bagi hartawan bersedia menjadi donator untuk pengembangan sekolah
16. Ikut memperlncar komunikasi pendidikan
17. Mengajukan usul-usul untuk perbaikan pendidikan
18. Ikut mengontrol jalannya pendidikan (kontrol sosial)
19. Bagi tokoh-tokoh masyarakat bersedia menjadi partner manajemen
pendidikan dalam mempertahankan dan memajukan sekolah
20. Ikut memikirkan dan merealisasikan
kesejahteraan personalia pendidikan.
Di
samping pendapat di atas, ada pendapat lain yang dikembangkan berdasarkan
beberapa hasil kajian, yang secara rinci menyebutkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam pendidikan yang sangat diharapkan sekolah adalah sebagai
berikut:
1.
Mengawasi/membimbing
kebiasaan anak belajar di rumah
Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan dalam memberikan bimbingan kebiasaan anak belajar
di rumah adalah sebagai berikut:
a.
Mendorong
anak dalam belajar secara teratur di rumah, termasuk dalam hal ini peranan
orang tua membimbing dan memberikan pengawasan terhadap kegiatan belajar anak
di rumah.
b.
Mendorong
anak dalam menyusun jadwal dan struktur waktu belajar serta menetapkan
prioritas kegiatan di rumah, pengawasan pelaksanaan jadwal belajar dirumah
menjadi sangat penting bagi orang tua murid. Hal ini harus mendapat perhatian
bagi sekolah untuk diberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang apa dan
bagaimana mereka bisa melakukan kegiatan tersebut.
c.
Membimbing
dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar, bermain dan istirahat.
d.
Membimbing
dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang menunjang pelajaran di
sekolah. Orang tua diharapkan berperan aktif dalam membimbing anak dan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menunjang
pembentukan dirinya kearah kedewasaan.
2. Membimbing dan Mendukung Kegiatan Akademik anak
a. Mendorong dan menumbuhkan minat anak untuk
rajin membaca dan rajin belajar (minat baca). Penciptaan situasi yang
kondusif iklim yang menumbuhkan minat
baca sangat diperlukan di lingkungan keluarga agar ada kesamaan antara iklim
yang tercipta di sekolah dengan di rumah. Hal ini akan mempercepat
peningkatan mutu belajar anak.
b. Memberikan
penguatan kepada anak untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya.
Pemberian hadiah, pujian dan lain-lain sangat diperlukan untuk memperkuat
perilaku positif anak.
c. Menyediakan
bahan yang tepat serta fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan anak dalam
belajar
d. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan anak serta problem belajar dan berusaha untuk memberikan
bimbingan
e. Mengawasi
pekerjaan rumah, aktivitas belajar anak
f. Menciptakan
suasana rumah yang mendukung kegiatan akademik anak
g. Membantu
anak secara fungsional dalam belajar dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah
tepat waktu.
3.
Memberikan
dorongan untuk meneliti, berdiskusi
tentang gagasan dan atau kejadian-kejadian aktual
a.
Mendorong
anak untuk suka meneliti serta memiliki motivasi menulis analitis/ilmiah
b. Menyediakan
fasilitas bagi anak-anak untuk melakukan penelitian
c. Mendorong
anak untuk melakukan kegiatan ilmiah
d. Berdiskusi
dan berdialog dengan anak tentang ide-ide, gagasan atau tentang bahan pelajaran
yang baru, aktivitas yang bermanfaat, masalah-masalah aktual dan sebagainya.
4. Mengarahkan aspirasi dan harapan akademik anak
a.
Memberikan
motivasi kepada anak untuk belajar dengan baik sebagai bekal masa depan.
b.
Mendorong
dan mendukung aspirasi anak dalam belajar
c.
Mengetahui
aktivitas sekolah dan aktivitas anak dalam mempelajari sesuatu.
d.
Mengetahui
standar dan harapan sekolah terhadap anak dalam belajar
e.
Hadir
pada pertemuan guru dengan orang tua murid yang diselenggarakan oleh sekolah
f.
Memberikan
ganjaran positif terhadap performen anak di rumah atau di sekolah yang
mendukung belajar anak.
Mengingat
besarnya pengaruh orang tua murid terhadap prestasi aspek kognitif, afektif dan
psikomotor, Radin seperti dikutif oleh Seifert & Hoffnung (1991)
menjelaskan ada enam kemungkinan cara yang dapat dilakukan orang tua murid
dalam mempengaruhi anaknya, yaitu:
1.
Modelling of behaviors (pemodelan perilaku), yaitu gaya dan cara
orang tua berperilaku dihadapan anak-anak, dalam pergaulan sehari-hari atau
dalam setiap kesempatan akan menjadi sumber imitasi bagi anak-anaknya. Yang
diimitasi oleh oleh anak-anak tentunya tidak hanya perilaku yang baik-baik
saja, tetapi juga yang berkaitan dengan perilaku yang buruk, kasar dan
sebagainya di lingkungan masyarakat atau di lingkungan rumah seperti
marah-marah, berbicara kasar dan sebagainya, maka kecenderungan peniruan
perilaku tersebut oleh anak akan sangat besar. Oleh sebab itu orang tua ataupun
lingkungan keluarga dan masyarakat yang menunjukkan perilaku negatif akan
sangat mempengaruhi perilaku anak di rumah, di sekolah, maupun dimasyarakat.
Dalam kaitan dengan hal ini diperlukan kesamaan nilai dan norma yang berlaku di
sekolah dengan yang berlaku di keluarga dan masyarakat. Agar ketiga lingkungan
tersebut memiliki kesamaan maka sekolah memiliki kewajiban untuk memberikan
informasi kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana nilai dan norma yang
berlaku di sekolah, dan harapan kepada keluarga (orang tua murid) dan
masyarakat untuk bersama-sama menjaga nilai dan norma tersebut.
2.
Giving rewards and punishments (memberikan ganjaran dan hukuman). Cara orang
tua memberikan ganjaran dan hukuman juga mempengaruhi terhadap perilaku anak.
Ganjaran terhadap perilaku yang baik dari orang tua dapat memperkuat perilaku
tersebut untuk diulang kembali pada kesempatan lain oleh anak, agar dia kembali
mendapatkan ganjaran/hadiah dari orang tuanya. Sebaliknya hukuman (yang
bersifat mendidik) akan memperlemah pengulangan kembali perilaku yang sama pada
kesempatan lainnya.
3.
Direct instruction (perintah langsung), pemberian perintah secara
langsung atau tidak langsung memberi pengaruh terhadap perilaku, seperti
ungkapan orang tua “ jangan malas belajar kalau ingin dapat hadiah” pernyatan
ini sebenarnya perintah langsung yang lebih bijaksana, sehingga dapat
menumbuhkan motivasi anak untuk lebih giat belajar. Hal ini disebabkan karena
anak memahami apa yang diinginka oleh orang tua. Bagaimana sekolah memberikan
informasi kepada orang tua tentang hal ini akan berpengaruh seberapa banyak hal
ini juga dilakukan oleh sekolah terhadap anak-anaknya. Banyak masyarakat tidak
mengerti bagaimana penghargaan dan hukuman yang akan memberikan dampak bagi
proses pendidikan, misalnya pemberian orang tua yang berlebihan secara material
yang sebenarnya akan berpengaruh negative, malah oleh orang tua tidak dipahami.
Akibatnya setelah terjadi penyimpangan perilaku akibat pemberian yang
berlebihan tersebut baru mereka sadar.
4.
Stating rules (menyatakan aturan-aturan), menyatakan dan memjelaskan aturan-aturan
oleh orang tua secara =berulang kali akan memberikan peringatan bagi anak
tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan oleh anak.
5.
Reasoning (nalar). Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bisa mempertanyakan
kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan orang tua untuk
mempengaruhi anaknya, misalnyan orang tua bisa mengingatkan anaknya tentang
kesenjangan perilaku dengan nilai-nilai yang dianut melalui
pernyataan-pernyataan. Contohnya “ sekarang rangking kamu jelek, karena kamu
malas belajar, bukan karena kamu bodoh!“.
6.
Providing materials and settings. Orang tua perlu menyediakan berbagai
fasilitas belajar yang diperlukan oleh anak-anaknya seprti buku-buku dan lain
sebagainya. Tetapi buku apa dan fasilitas apa yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah, banyak orang tua tidak memahaminya. Untuk itu dalam kegiatan hubungan
dengan orang tua murid, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu disampaikan agar
mereka dapat menyesuaikannya.
Hal
yang perlu diperhatikan untuk menggalang dukungan masyarakat agar bersedia dan
turut mendukung sekolah adalah isu yang akan digunakan. Oleh sebab itu
pemilihan isu yang tepat akan berpengaruh terhadap perhatian dan dukungan
mereka terhadap sekolah. Sekolah perlu memiliki kepekaan yang tajam dalam menangkap
isu yang ada dimasyarakat untuk diangkat menjadi isu pendidikan dalam rangka
menggalang dukungan masyarakat terhadap pendidikan di sekolah. Isu yang menarik
untuk dipakai sebagai upaya menggalang dukungan harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
1.
Isu
memang benar-benar penting dan berarti bagi masyarakat. Isu sebaiknya dalam
lingkup yang terbatas lebih dahulu serta isu tersebut memiliki kekhasan.
Misalnya isu tentang standar kelulusan ujian nasional mata pelajaran Bahasa
Inggris, matematika dan bahasa Indonesia, isu ini tergolong terbatas hanya pada
3 (tiga) mata pelajaran, tetapi karakter/kekhasannya sangat menarik masyarakat
untuk terlibat dalam isu tersebut.
2.
Isu
harus tetap mencerminkan adanya tujuan perubahan yang lebih besar dalam jangka
panjang.
3.
Isu
yang diungkapkan memiliki landasan untuk membangun kerjasama lebih lanjut
dimasa depan,
4.
Apabila
memungkinkan ajak beberapa tokoh masyarakat untuk merumuskan isu penting yang
perlu diangkap sebagai dasar untuk membangun kerjasama dan dukungan.
Agar
dukungan masyarakat terhadap sekolah (sekolah) benar-benar memiliki nilai yang
tinggi, maka kerjasama dengan kelompok pendukung tersebut harus benar-benar
efektif. Ada beberapa Ciri-ciri kerjasama dalam suatu kelompok dengan para
pendukung yang efektif, yaitu:
1.
Terfokus
pada tujuan atau sasaran yang disepakati.
2. Tegas dalam menetapkan jenis isu yang akan digarap/ditanggulangi serta
diantisipasi bersama.
3.
Ada
pembagian peran dan tugas yang jelas diantara semua partisipan
4.
Jaga
dinamika dalam setiap proses kerjasama, karena itu kelenturan (fleksibilitas)
harus benar-benar dijaga.
5.
Adanya
mekanisme komunikasi yang baik dan lancar, dan jelas, sehingga semua tahu harus
menghubungi siapa tentang apa dan pada saat kapan serta dimana.
6.
Dibentuk
untuk jangka waktu tertentu yang jelas.
Sehubungan
dengan hal tersebut, maka ada beberapa saran yang perlu mendapatkan perhatian
dan pertimbangan untuk menjaga tingkat efektivitas kerjasama tersebut di atas:
1.
Hindari
membentuk struktur organisasi formal, kecuali memang benar-benar dibutuhkan.
Meskipun demikian suasana non formal dalam struktur formal harus tetap dijaga
dan terpelihara. Dalam rangka membangun dukungan tidak perlu membentuk unit
baru dalam struktur di sekolah, tetapi gunakan struktur yang ada untuk menangani
kegiatan tersebut.
2.
Delegasikan
tanggung jawab dan peran seluas mungkin, kecuali pada hal-hal yang memang
sangat strategis dan hanya boleh diketahui oleh orang-orang tertentu. Hal ini
untuk membangun partisipasi seluruh anggota organisasi, dengan keterlibatan
semua orang maka rasa tanggung jawab keberhasilan juga akan tumbuh pada semua
orang yang dilibatkan.
3.
Setiap
produk keputusan hendaknya hasil keputusan bersama, bukan hasil pemikiran
seseorang. Berdayakan semua orang yang memiliki kompetensi untuk mengambil
keputusan, dan sejauh mungkin memiliki data dan informasi yang valid dan akurat
untuk keputusan yang akan diambil. Dengan demikian semua orang akan memahami
secara mendasar kebijakan atau keputusan yang akan diambil.
4.
Pahami
berbagai kendala, kekurangan atau keterbatasan yang dimiliki semua pihak.
Dengan kata lain lakukan analisis SWOT ( Strength, Weaknes, Opportunities,
Threath/ kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan) analisis terhadap kelompok
pendukung dan pihak sekolah.
5.
Ambil
prakarsa dan inisiatif untuk selalu menghidupkan saluran komunikasi dengan
semua pihak. Kegagalan pelaksanaan kegiatan, adanya saling curiga, tuduh
menuduh dan lain-lain sering bukan disebabkan ketidak mampuan kepemimpinan,
tetapi sebagai akibat buntunya komunikasi dengan semua orang.
Seperti
apa yang pernah dikatakan oleh pakar hubungan sekolah dengan masyarakat bahwa
pemahaman masyarakat akan pendidikan akan menumbuhkan penghargaan, dan
penghargaan mereka merupakan dasar tumbuhnya dukungan. Dalam pepatah yang
sangat lazim digunakan masyarakat kita bahwa : tak kenal maka tak sayang,
konsep tersebut memberikan pandangan kepada kita bahwa apabila kita
menginginkan lembaga kita dikenal masyarakat, maka kita harus melakukan
kegiatan promosi kepada masyarakat tentang sekolah kita. Pentingnya promosi ini
telah dilakukan oleh dunia usaha, sehingga tidak heran kalau perusahaan
menganggarkan biaya promosi yang sangat besar. Promosi ini hendaknya dilakukan
sejak awal anak-anak/putra-putri mereka masuk di sekolah atau bahkan sebelum
mereka memasukkan anaknya ke sekolah kita. Beberapa hal
penting yang harusnya kita promosikan adalah:
1.
Prestasi
yang sudah dicapai oleh sekolah, khsususnya prestasi akademik dan non akademik
seperti tingkat prosentasi kelulusan, nilai ujian akhir nasional dibandingkan
sekolah lain, prestasi lomba karya ilmiah dan lain-lain.
2.
Keunggulan
sekolah. Yang dimaksudkan keunggulan ini adalah segala sesuai (program atau
kegiatan) yang berbeda dengan sekolah lain dan menjadi andalan bagi sekolah.
Misalnya sekolah memiliki program keterampilan Information Communication Technologi ( ICT), sedangkan sekolah lain tidak. Berarti sekolah kita memiliki
keunggulan dalam kemampuan ICT bagi lulusannya. Hal ini harus dikomunikasikan
oleh sekolah secara jelas kepada masyarakat. Keunggulan ini dapat pula disebut
sebagai kehususan bagi sekolah yang tidak dimiliki oleh sekolah lain. Pemilihan
keunggulan sekolah harus benar-benar dipikirkan oleh sekolah agar apa yang kita
unggulkan betul-betul dapat dilihat oleh masyarakat sebagai suatu keunggulan,
artinya keunggulan tersebut menjadi nilai tambah bagi siswa yang memilikinya,
menjadi trend bagi masyarakat (misalnya sekarang yang menjadi trend adalah
kemampuan ICT dan kepribadian, maka keunggulan tersebut memang dapat dilihat
oleh masyarakat terhadap lulusan/siswa-siswa kita.
3.
Ketersediaan
berbagai sarana dan prasarana sekolah yang akan memberikan kontribusi dalam
menghasilkan kualitas lulusan, misalnya sekolah memiliki laboratorium bahasa
Inggris, laboratorium komputer dan internet, atau mungkin sekolah memiliki
asrama khusus untuk siswa.
4.
Lingkungan
sekolah. Lingkungan sekolah yang asri misalnya perlu dikomunikasikan secara
jelas (misalnya dengan gambar) kepada masyarakat. Termasuk dalam kategori
lingkungan ini adalah keamanan, ketertiban dan kenyamanan. Misalnya letak
sekolah strategis karena bisa dilewati oleh semua jalur kendaraan angkutan
umum.
5.
Jaminan
kualitas pembelajaran yang dilakukan. Dalam hal ini misalnya sekolah
mempromosikan bahwa: status akreditasinya adalah A, tenaga pengajar 80% berijazah S2,
berpengalaman, sekolah menyiapkan lembaga konsultasi psikologi dlll. Tetapi apa
yang diinformasikan harus keadaan obyektif, jangan membuat sesuatu untuk
dipromosikan, tetapi kenyataan yang sebenarnya bertentangan dengan apa yang
dipromosikan.
Untuk lebih menjamin efektivitas kegiatan promosi sekolah, maka
seharusnya dilakukan oleh suatu tim tertentu yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan promosi sekolah. Oleh sebab itu sebaiknya dalam struktur organisasi
sekolah ada wakil kepala sekolah/bagian/unit yang mengelola kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat. Promosi ini hendaknya dilakukan secara terus menerus
dengan menggunakan berbagai media yang ada ditengah-tengah masyarakat dan
menjadi perhatian masyarakat.
Untuk
dapat mengaktifkan orang tua murid, tokoh masyarakat, komite sekolah dan
stakeholders, salah satu strategi yang dapat ditempuh di luar badan-badan
formal seperti komite sekolah adalah menarik perhatian masyarakat melalui mutu
pendidikan yang dihasilkan oleh staf pengajar. Artinya hubungan akrab dengan
masyarakat dimulai dengan memajukan dan menunjukkan mutu pendidikan yang
meyakinkan mereka, hal ini dapat ditunjukkan melalui produk kualitas
lulusan. Untuk itu disarankan untuk
dilakukan beberapa langkah berikut:
1. Bina pengajar secara aktif, sehingga
mereka berdedikasi dan professional. Dalam kaitan ini maka kepala sekolah perlu
mengembangkan budaya kerja yang berkualitas di lingkungannya. Budaya kerja
harus dimulai oleh pimpinan untuk selanjutnya kembangkan suasana kerja (iklim
kerja) yang kondusif sehingga melahirkan kemauan untuk bersikap dan bertindak
professional oleh semua warga sekolah.
Dalam kaitan ini Suyata (1996) menyatakan
bahwa karakteristik budaya kerja sekolah
yang dapat membangun mutu adalah:
a. Kedisiplinan.
Kedisiplinan semua warga sekolah merupakan salah satu cerminan/indikator budaya kerja di sekolah. Kedisiplinan tidak
akan terbentuk secara otomatis, tetapi terbentuk melalui suatu proses. Dalam
proses pembentukan kedisiplinan lebih banyak berlangsung secara imitasi atau
peniruan. Karena itu maka agar terjadi imitasi yang baik harus dimulai dari
kepala sekolah yang selalu mencerminkan sikap kedisiplinan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya di sekolah. Tidak akan pernah ada sekolah yang berdisiplin
tinggi tanpa kepala sekolah yang berdisiplin. Dengan demikian kepala sekolah
hendaknya menjadi contoh dan tauladan bagi semua warga sekolah.
b. Monitoring
progress siswa, seberapa banyak frekuensi yang deprogram sekolah untuk
memonitor progress yang diperoleh siswa, akan memberikan informasi yang selalu
up to date tentang perkembangan siswa. Di samping itu perlu diperhatikan apa
dan bagaimana proses monitoring tersebut di lakukan dan siapa yang diberi
tanggung jawab untuk melakukan monitoring progress tersebut. Yang pasti
monitoring perkembangan siswa harus dilakukan dan diinformasikan kepada
pelanggan eksternal dan internal sekolah. Pada dasarnya masyarakat sebagai pelanggan
eksternal mengharapkan informasi yang akurat dan up to date tentang
perkembangan yang terjadi di sekolah setiap saat. Kebutuhan akan informasi ini
,menjadi peluang bagi sekolah untuk menjalin kerjasama yang harmonis.
c. Harapan
yang tinggi terhadap siswa. Harapan yang tinggi terhadap performansi siswa dan
warga sekolah perlu dibangun dan ditumbuh kembangkan agar dapat berfungsi
sebagai penggerak bagi semua orang untuk mencapainya.
d. Focus
perhatian warga sekolah pada proses pembelajaran. Semua warga sekolah harus
berupaya memfokuskan perhatian bahwa prestasi sekolah dihasilkan dari proses
pembelajaran, karena itu semua komponen harus mendukung terciptanya proses
pembelajaran berkualitas dari peran dan fungsinya masing-masing.
Untuk itu Niron (2001) menyatakan bahwa
kepala sekolah harus memperhatikan beberapa hal pokok berikut ini agar dapat
mencapai target mutu yaitu:
a. Mengidentifikasi
pelanggan sekolah. Siapa pelanggan sekolah sebenarnya, Sallis (1993) menyatakan
setiap orang di sekolah memiliki peran ganda yaitu sebagai pelayan sekaligus
sebagai pelanggan, yaitu mereka sebagai pelayan untuk orang lain (guru terhadap
muridnya), tetapi dia juga sebagai pelanggan pelayanan (guru dari pelayanan
kepala sekolah). Untuk itu maka kepala sekolah sudah seharusnya memberikan
pelayanan yang bermutu kepada semua staf sekolah. Sebab pada dasarnya staflah
(guru-guru dan staf tata usaha) yang membuat kualitas menjadi baik atau
menurun. Dengan demikian maka pelanggan internal ini perlu mendapat perhatian
utama agar mereka mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan yang diperoleh
pelanggan internal (guru dan siswa serta staf yang ada di lingkungan sekolah)
akan memberikan pengaruh terhadap pelayanan yang mereka berikan terhadap
pelanggan eksternal.
b. Mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan. Kepala sekolah perlu mengetahui secara jelas apa yang
diinginkan oleh pelanggan, khususnya pelanggan internal yaitu guru-guru, staf
dan siswa. Sebab merekalah sebenarnya ujung tombak bermutu tidaknya produk
sekolah yang dihasilkan. Hal ini sangat strategis mengingat peran mereka selain
sebagai pelanggan yang harus mendapatkan pelayanan dari kepala sekolah, mereka
juga sebagai pelayan yang memberikan pelayanan kepada orang lain seperti guru
kepada siswanya.
c. Menetapkan
target produk yang diinginkan, khususnya kualitas produk yang ingin dicapai.
Dari sisi menajamen pendidikan tampilan produk suatu sekolah menjadi citra bagi
sekolah di tengah-tengah masyarakatnya. Produk yang berkualitas menjadi
cerminan akan kualitas pelayanan yang diberikan. Hal yang harus disadari
sepenuhnya oleh semua warga sekolah adalah bahwa pusat utama kegiatan di
sekolah adalah pelayanan proses pembelajaran. Karena itu kualitas pembelajaran
harus menjadi target utama perhatian kepala sekolah.
d. Mengembangkan
misi, visi dan tujuan secara jelas.
Triguno (1977) menyatakan bahwa warna budaya
kerja adalah suatu produktivitas berupa perilaku kerja yang dapat diukur
seperti kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, bermotivasi,
kreatif, inovatif, responsive dan mandiri. Ini berarti bahwa budaya kerja
seperti terseburt merupakan dasar yanag akan menghasilkan kualitas proses
kerja. Dengan demikian maka apabila seseorang ingin berkualitas kerja maka dia
harus memiliki proses kerja yang berkualitas, proses kerja yang berkualitas
hanya mungkin ada apabila seseorang memiliki budaya kerja.
2. Agar lebih berhasil dalam melakukan
perubahan yang berorientasi pada mutu, Sukardi (2001) menyarankan kepada para
kepala sekolah hendaknya mengakomodasi lima prasyarat penting untuk terjadinya
Manajemen Mutu Terpadu. Implementasinya manajemen mutu menggunakan
prinsip-prinsip ilmiah yaitu:
a. Penggunaan
4 langkah siklus yaitu: merencanakan (planning), melaksanakan (do), Mengontrol
(controlling) dan bertindak (Action) atau oleh Deming sering disebut dengan
singkatan PDCA.
b. Data
emperik merupakan dasar dalam setiap pengambilan keputusan, menentukan
prioritas dan perubahan-perubahan dalam organisasi. Tanpa data yang akurat dan
valid maka keputusan yang diambil tidak
akan memberikan dampak terhadap peningkatan mutu proses kegiatan serta
hasilnya.
c. Melakukan
prediksi, sebagai upaya antisipasi untuk lebih menyempurnakan produk di masa
yang akan datang. Dengan demikian produk dan mutu yang dihasilkan akan selalu
up to date dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta selalu unggul
dibandingkan dengan pesaing lainnya.
d. Berfokus
pada kepuasan pelanggan. Artinya bahwa segala kegiatan dan pelayanan harus
selalu ditingkatkan secara terus menerus agar didapat kepuasan pelanggan. Dalam
dunia pendidikan di sekolah, pelanggan internalnya adalah guru, siswa, staf dan
sebagainya. Untuk itu maka kepuasan kerja guru, staf dan kepuasan siswa dalam
belajar adalah pertimbangan sentral utama yang harus diperhatikan oleh seorang
kepala sekolah. Makin tinggi kepuasan para pelanggan, akan memberikan
kontribusi dalam meningkatkan mutu proses kegiatan yang dilakukan oleh mereka.
e. Lebih
menekankan pendekatan siklus dalam memperbaiki organisasi. Konsep ini
beranggapan bahwa perbaikan dan perubahan organisasi tidak dapat dilakukan
seperti membalik telapak tangan, tetapi memerlukan waktu yang cukup dan
berkelanjutan. Untuk itu maka perbaikan dan perubahan organisasi ditempauh
melalui siklus tertentu atau menggunakan tahapan-tahap perbaikan.
3. Para pemimpin struktural dalam organisasi
sekolah perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang kemana lembaga sekolah
akan diarahkan. Dalam hal ini para pemimpin harus mengerti Visi, Misi dan
Tujuan Institusinya masing-masing secara mendalam.
4. Para civitas akademika (semua warga
sekolah) perlu memiliki kemampuan profesi yang mancakup kemampuan individual,
kemampuan kelompok yang diciptakan secara sistimatis melalui program pendidikan
dan pelatihan. Artinya perlu pembinaan berkelanjutan melalui diklat, lokakarya,
seminar, atau pembinaan internal oleh sekolah melalui diskusi bulanan,
semesteran dan sebagainya.
5. Adanya apresiasi insentif baik materi
maupun insentif psikologis seperti kemungkinan dan kemudahan promosi,
penghargaan atas prestasi pekerjaan
6. Tersedianya sumber daya dan mekanisme
penempatan yang sesuai dengan keahliannya masing-masing. Meskipun demikian
perlu juga dipertimbangkan aspek psikologis seperti kemauan dan komitmen tugas selain
keahlian dalam menempatkan seseorang pada pekerjaan tertentu. Keahlian saja
tidak akan membawa orang berprestasi tanpa adanya kemauan dan komitmen yang
kuat untuk berprestasi kerja.
7. Adanya rencana kerja dan strategi sekolah
yang tergambar dalam Visi, Misi dan tujuan organisasi serta rencana operasional
(Renstra dan Renops).
8. Pacu para pengajar untuk berprestasi dan
melaksanakan pembelajaran secara efektif, sehingga dapat menghasilkan lulusan
yang berprestasi. Banyak contoh sekolah favorit diserbu oleh masyarakat dengan
biaya mahal karena lulusannya berprestasi tinggi, dapat melanjutkan ke sekolah
yang bermutu (lanjutan maupun perguruan tinggi). Apabila hal ini dapat
dilakukan masyarakat akan sangat mudah diminta bantuannya, tenaga, waktu bahkan
materi sekalipun. Untuk memacu percepatan mutu melalui percepatan peningkatan
mutu tenaga ini maka suasana kondusif yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya motivasi kerja, kemauan (willingness) dan komitmen kerja merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi. Pendekatan manajemen modern memungkinkan
terciptanya suasana yang menumbuhkan kemauan, komitmen dan motivasi karyawan
dalam meningkatkan mutu kerjanya. Untuk
itu maka pimpinan sekolah perlu mengetahui secara jelas apa dan bagaimana
kebutuhan para karyawan di sekolahnya, sehingga apa yang menjadi kebutuhan
karyawan sejalan dengan apa yang diinginkan oleh lembaga sekolah.
9. Bina semua staf sekolah agar mereka
memahami secara jelas dan tepat apa yang diinginkan oleh sekolah terhadap
masyarakat. Sebab setiap tenaga pendidikan di sekolah mau tidak mau dan sengaja
atau tidak sengaja bahkan disadari atau tidak disadari adalah juru bicara
sekolah yang suatu saat akan ditanya masyarakat tentang sekolahnya. Apabila
staf sekolah tidak memahami sejara jelas dan tepat tentang berbagai program
serta kebijakan sekolah, ada kemungkinan akan memberikan penjelasan yang tidak
tepat. Hal ini akan berakibat pada image yang kurang baik terhadap sekolah.
Oleh sebab itu semua staf sudah semestinya harus mengetahui apa dan bagaimana
kebijakan sekolah dalam pengelolaan sekolah.
1. Pengertian Program
Pada
dasarnya setiap kegiatan apapun jenisnya dan pada organisasi apapun, apalagi
bagi organisasi pendidikan seperti institusi sekolah, maka perencanaan program
kegiatan merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari.
Perencanaan
program pada dasarnya adalah proses penetapan kegiatan di masa akan datang,
dengan mengatur berbagai sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai
hasil yang seoptimal mungkin sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Rogers, A. Kauffman seperti dikutif Fattah (1996) menyatakan bahwa perencanaan
adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan
jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien
mungkin.
Dari
beberapa pengertian di atas nampak bahwa perencanaan program itu adalah
merancang kegiatan yang akan dilaksanakan, bagaimana melaksanakan, apa dan
siapa yang harus melaksanakan, kapan, dimana dan apa yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Dari definisi perencanaan program tersebut maka
program adalah kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu
organisasi/lembaga dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Program
pada dasarnya adalah rencana berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan dimasa
yang akan datang. Rumusan rencana program yang matang akan menghasilkan suatu
program kerja yang efektif. Rumusan program yang matang ini sebaiknya
didasarkan pada landasan fakta/data, landasan berpikir yang sehat dan cerdas,
jelas arah dan tujuannya sesuai dengan visi dan misi yang akan dicapai oleh
lembaga yang bersangkutan.
2. Aspek Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Penyusunan Program
Koontz
seperti dikutip Fattah (1996) menyatakan bahwa penyusunan program merupakan
proses intelektual dalam menentukan secara sadar tindakan apa yang akan
ditempuh dan mendasarkan keputusan-keputusan pada tujuan yang akan dicapai,
informasi yang tepat waktu dan dapat dipercaya serta memperhatikan perkiraan
keadaan masa akan datang. Ini berarti kegiatan perencanaan program harus
membutuhkan pendekatan rasional ilmiah. Di samping itu perencanaan perlu
memperhatikan sifat, kondisi dan kecenderungan masa akan datang (pendekatan
futuralistik).
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan program, agar
program tersebut benar-benar terarah kepada apa yang ingin dicapai. Beberapa
hal pokok tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Kegaiatan
yang akan diprogramkan hendaknya didasarkan pada hasil analisis kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan (SWOT) serta data-data pendukung lainnya yang
akurat dan up to date. Dengan demikian maka program yang akan dilaksanakan
sudah mengantisipasi berbagai hal baik yang menyangkut hambatan maupun
dukungan. Apabila hal ini dapat dilakukan maka, kemungkinan kegagalan dalam
melaksanakan program yang direncanakan akan dapat diminimalkan sekecil mungkin
dan peluang keberhasilan akan semakin luas.
b.
Kegiatan
yang diprogramkan atau direncanakan harus benar-benar kegiatan yang sangat
urgen dalam mendukung upaya pencapaian tujuan sekolah yang bersangkutan. Oleh sebab itu pemahaman yang mendalam
tentang visi, misi, tujuan dan strategi sekolah harus benar-benar mantap. Dalam
istilah lain disebut bahwa program yang direncanakan harus termasuk special events (event penting yang
mampu mempercepat pencapaian tujuan). Misalnya diprogramkan kegiatan pameran,
pertemuan dan sebagainya, perlu dipertanyakan apakah kegiatan itu memang
benar-benar dapat mempercepat pencapaian tujuan dan mendapat perhatian dari
khalayak sasaran. Apabila jawabannya meragukan, perlu dikaji lagi lebih
mendalam apakah kegiatan tersebut layak untuk diprogramkan atau tidak.
c.
Rencana
program yang akan dilaksanakan harus mempunyai tujuan yang jelas dan mendukung
pencapaian tujuan lainnya. Artinya tujuan kegiatan tersebut merupakan rangkaian
dan memiliki keterkaitan dengan tujuan yang lain, sehingga saling mendukung
dalam mencapai tujuan yang lebih tinggi atau tujuan sekolah secara keseluruhan.
d.
Rencana
kegiatan harus memiliki nilai ganda dan multy player effect. Artinya kegiatan
yang akan diprogramkan harus memberikan nilai tambah baik untuk sekolah maupun
nilai tambah bagi masyarakat, orang tua murid atau stakeholders. Dengan
demikian akan mendorong keterlibatan semua komponen dan warga sekolah lainnya
untuk ikut aktif dalam semua kegiatan yang akan dilaksanakan di kemudian hari.
e.
Rencana
kegiatan harus mampu membangun citra positif bagi lembaga dan bagi masyarakat
sekolah. Citra positif dapat diindikasikan dari dampak program dalam bentuk
prestasi sekolah, prestasi siswa secara individual yang pada gilirannya akan
menumbuhkan rasa bangga para orang tua murid terhadap anaknya dan sekolah
dimana anaknya sedang belajar. Prestasi ini tidak hanya menyangkut aspek
akademik atau penguasaan pengetahuan saja, tetapi juga aspek non akademik
seperti olah raga, seni, ketrampilan lebih-lebih lagi prestasi dalam bidang
keagamaan yang menjadi pusat perhatian masyarakat sekarang ditengah-tengah
kegelisahan mereka akan kenakalan remaja.
f.
Program
yang disusun, hendaknya berorientasi pada produk yang akan dihasilkan. Jadi
perlu diperhatikan terlebih dahulu produk apa yang diinginkan melalui program
yang sedang direncanakan. Apabila kita telah memiliki gambaran tentang produk
secara jelas, akan memudahkan perencana program dalam menetapkan kegiatan yang
akan dilaksanakan. Produk dalam kegiatan pendidikan, khususnya peningkatan
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan harus dirumuskan secara jelas,
apakah partisipasi dalam membantu pengembangan sarana, pengembangan sumber daya
(termasuk SDM) atau partisipasi dalam aspek lain. Sekedar mengingat kembali
kita dapat melihat dari peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
yaitu: advisor, support, mediator dan control. Apakah produk yang kita inginkan
pada empat aspek tersebut atau salah satu aspek saja. Oleh sebab itu rumuskan secara
rinci tentang produk yang diinginkan oleh sekolah.
g.
Sumber
daya yang tersedia di dalam sekolah. Sejauhmana sumber daya yang tersedia baik
dilihat dari kuantitas maupun kualitas yang akan mendukung implementasi
kegiatan di masa depan. Ketersediaan jumlah dan kualitas sumber daya merupakan
factor penentu keberhasilan dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang telah
diprogramkan. Program akan menjadi sia-sia dan hanya baik diatas kertas saja,
apabila tidak ditunjang oleh adanya sumberdaya yang memadai dilihat dari
kuantitas dan kualitas. Bahkan sumber daya yang berkualitas menjadi lebih besar
pengaruhnya terhadap efektivitas pelaksanaan program. Oleh sebab itu program
yang baik tidak harus selalu merencanakan kegiatan yang sangat ideal, apabila
lembaga tidak memiliki sumber daya yang memadai.
h.
Membuat
Program Hubungan Sekolah (sekolah) dengan Orang Tua Murid/Masyarakat.
i.
Perencanaan
program yang efektif dan efisien menjadi pusat perhatian bagi semua orang yang
merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan lembaga yang dipimpinnya atau
anggota organisasi yang merasa memilki organisasinya.
Agar
perencanaan program memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan
organisasi, Ruslan (2002) menyatakan bahwa
perencanaan program harus didasarkan pada analisis tentang hal-hal
sebagai berikut:
a.
A searching look backward, yaitu penelusuran masa lampau,
pengalaman organisasi untuk mengetahui faktor penentu yang memegang peranan
penting dalam setiap program. Dalam hal ini sekolah perlu mengkaji pengalaman
masa lampau tentang keberhasilan dan kegagalan dalam menjalankan kegiatan atau
program, factor apa yang biasanya menjadi pendukung dan factor apa yang menjadi
penghambat. Pengalaman masa lampau ini akan memberikan pelajaran yang bermakna
dalam melaksanakan program-program di masa akan datang. Banyak kegagalan dalam
pelaksanaan program akibat ketidak mampuan pelaksana belajar dari pengalaman
masa lampau, dan ada kecenderungan melupakan masa lampau, padahal pengalaman
adalah guru yang paling berharga dalam pembelajaran masa depan.
b.
A deep look inside, penelaahan mendalam tentang fakta dan
pendapat di lingkungan internal organisasi. Pemahaman yang mendalam tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan fakta dan informasi dari dalam maupun luar
oragnisasi sekolah memberikan pemahaman tentang kebutuhan mendasar yang
harusnya menjadi perhatian dalam merumuskan program institusi. Kebanyakan
program gagal mencapai sasaran atau tujuan yang diingikan antara lain
disebabkan apa yang diprogramkan bukan kebutuhan mendasar warga/anggota
institusi tersebut. Mengapa hal ini terjadi, semua akibat pengambil kebijakan
tidak mendasarkan pada pemahaman yang dalam tentang lingkungannya. Pengambil
kebijakan cenderung mempelajari tentang masyarakat lingkungannya menurut
persepsinya, tanpa mau belajar dari masyarakat lingkungannya dari persepsi
masyarakat itu sendiri. Akibatnya perspesi pengambil kebijakan tidak sesuai
dengan apa sebenarnya yang dipersepsi oleh masyarakat/ lingkungan institusi
itu.
c.
A wide look around, yaitu melihat kecenderungan-kecenderungan
yang ada di sekitar kita, serta situasi dan kondisi saat ini untuk merancang
rencana mendatang. Kesecendrung
yang ada di sekitar memberikan indikasi tentang apa dan bagaimana keinginan
sekitar tentang perubahan di masa mendatang. Karena itu kepekaan sekolah tentang kecenderungan
tersebut sangat diperlukan.
d.
A long, long ahead, yaitu melihat pada apa yang menjadi misi
dan visi utama organisasi. Semua program pada bidang apapun di sekolah harus
disusun untuk mencapai visi dan misi serta tujuan yang telah dirumuskan.
Program yang dirumuskan tanpa memperhatikan visi dan misi, berarti program
tersebut tidak memiliki arah. Karena itu arah tersebut harus menjadi
pertimbangan utama dalam merumuskan kegiatan yang akan direncanakan.
Pada saat ini telah banyak dikembangakan
model perencanan program yang efektif. Model yang sangat banyak dipakai dan
dimasyarakatkan di berbagai lembaga dunia usaha, bahkan saat ini sudah merambah
ke dalam dunia pendidikan adalah perencanaan program strategik. Dalam bidang
pendidikan apabila menggunakan perencanaan strategik ternyata akan memberikan
kecenderungan pada hasilnya yaitu program yang lebih operasional, sehingga
peluang akan keberhasilan program menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan
dengan pendekatan ini semua peluang faktor eksternal dan internal telah
diperhitungkan secara matang. Perencanaan strategik ternyata telah dibuktikan
berhasil membawa organisasi mencapai tujuan yang diinginkan secara optimal.
Sehubungan dengan hal ini R.G. Murdick (1983) menyebutkan beberapa langkah yang
harus ditempuh dalam melakukan perencanaan strategik bagi suatu lembaga yaitu:
a.
Analisis
keadaan sekarang dan akan datang
b.
Identifikasi
kekuatan dan kelemahan lembaga
c.
Mempertimbangkan
norma-norma
d.
Identifikasi
kemungkinan dan resiko
e.
Menentukan
ruang lingkup hasil dan kebutuhan masyarakat
f.
Menilai
faktor-faktor penunjang
g.
Merumuskan
tujuan dan kriteria keberhasilan
h.
Menetapkan
penataan distribusi sumber-sumber
Secara
sederhana aspek-aspek yang mutlak ada dalam perencanaan program kegiatan berisikan
aspek-aspek sebagai berikut:
a.
Masalah
yang dihadapi. Rumuskan masalah apa yang sedang dihadapi dalam rangka
pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat terhadap
pendidikan/sekolah. Misalnya rendahnya keterlibatan orang tua siswa dalam pengawasan
putra-putrinya, sehingga sering terjadi kenakalan anak seperti membolos, tidak
disiplin dan sebagainya. Masalah yang dirumuskan harus dilihat dari akar
masalahnya, sehingga pemecahan masalah menjadi terfokus. Artinya jangan dampak
dari masalah yang dirumuskan sebagai masalah, apabila ini terjadi maka yang
diselesaikan hanya dampaknya dan dapat bersifat sementara, dan pada beberapa
waktu berikutnya akan muncul masalah baru.
b.
Kegiatan
yang akan dilakukan. Uraikan secara rinci kegiatan apa yang akan dilakukan atau
direncanakan untuk mengatasi masalah tersebut. Ingat kembali bahwa kegiatan
yang direncanakan harus ditujukan pada upaya mengatasi akar permasalahan yang
terjadi disekolah. Misalnya saja rendahnya nilai ujian akhir nasional mata
pelajaran bahasa Inggris, apakah bersumber dari guru, siswa atau sarana
penunjang pembelajaran. Hal ini dapat dianalisis secara mendalam untuk
menentukan akar masalah. Untuk itu perlu diidentifikasi barbagai fakta yang
terkait dalam aspek sarana penunjang pembelajaran (jumlah dan kualitasnya),
factor guru (jumlah, kompetensi dan kualifikasi), factor siswa (motivasi,
kemampuan intelektual, kedisiplinan, partisipasi orang tua dll) dan factor
proses pembelajaran.
c.
Tujuan
kegiatan. Tujuan apa yang ingin dicapai untuk satu kegiatan yang direncanakan.
Misalnya kegiatan pertemuan orang tua murid dengan guru dan pihak sekolah,
tentukan tujuannya: meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya pengawasan
mereka terhadap anak dan bagaimana mengawasi anak-anak di luar rumah dan sekolah.
Tujuan semestinya dirumuskan secara rinci dan terukur, sehingga dapat diketahui
seberapa besar tujuan dapat dicapai setelah kegiatan dilaksanakan. Ada yang
merumuskan tujuan harus memenuhi criteria specific, measurable (terukur), dan
ada batas waktu pencapaian.
d.
Target/Sasaran
Kegiatan. Tentukan siapa sasaran kegiatan yang akan menjadi subjek dan objek
kegiatan, serta berapa target yang ingin dicapai.
e.
Indikator
keberhasilan. Tentukan indikator apa yang dapat menunjukkan bahwa suatu
kegiatan yang dilaksanakan dapat dikatakan berhasil atau gagal. Misalnya
kegiatan pertemuan antara orang tua murid dengan pihak sekolah dikatakan
berhasil apabila: siswa yang terlambat semakin sedikit (tentukan berapa orang
atau prosentasi yang diinginkan), siswa disiplin, tidak ada siswa yang
membolos, kehadiran orang tua murid pada saat pertemuan minimal 80%, dan
seterusnya. Perumusan indikator ini sangat penting untuk mengetahui apakah
kegiatan yang kita lakukan dapat tercapai tujuannya atau tidak, sehingga dapat
dijadikan feed back untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan di masa yang akan
datang. Hasil evaluasi dan analisis dari pencapaian indikator keberhasilan ini
sangat penting dilakukan untuk menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya.
f.
Strategi/teknik
pelaksanaan kegiatan. Tentukan strategi apa yang akan digunakan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut di atas, misalnya melalui panel diskusi, dialog
dan sebagainya. Sesuaikan strategi yang digunakan dengan audience yang akan
mengikuti kegiatan. Yang perlu kita ingat bahwa orang tua murid/masyarakat yang
menjadi sasaran kegiatan sekolah terdiri dari berbagai strata/jenjang, baik
dilihat dari tingkat pendidikan, status social ekonomi, kepedulian terhadap
pendidikan maupun status pekerjaan yang sedang mereka geluti. Hal ini menuntut
strategi yang variatif agar semua jenjang dan strata masyarakat dapat
terakomodasi. Sebab hal utama yang ingin kita capai dalam kegiatan ini adalah
terjadinya perubahan pemahaman, sikap dan tindakan mereka untuk menyesuaikan
dengan apa dan bagaimana harapan kita.
g.
Waktu
dan tempat Pelaksanaan kegiatan. Tentukan kapan kegiatan akan dilaksanakan dan
dimana kegiatan tersebut akan dilakukan. Pemilihan tempat harus benar-benar
dipertimbangkan dari berbagai aspek, mulai dari kelayakan tempat, kenyamanan
dan keamanannya, sebab tempat yang kurang tepat dapat mengakibatkan ketidak
hadiran orang yang diundang atau mengganggu kegiatan yang sedang berjalan.
Demikian pula halnya dengan pemilihan waktu, harus benar-benar mempertimbangkan
sasaran audience yang diundang, yang memiliki karakteristik sendiri.
h.
Penanggung
jawan dan pelaksana kegiatan. Tentukan siapa yang menjadi penanggung jawab
kegiatan dan siapa yang menjadi pelaksana kegiatan. Pemilihan orang yang akan
dilibatkan hendaknya memperhatikan prinsip berdasarkan kemampuan dan kemauan
orang yang akan diberi kepercayaan. Kemampuan saja tidak cukup untuk menunjuk
pelaksana tanpa diiringi oleh kemauan dari yang bersangkuatan, atau dengan kata
lain pilih mereka yang komitmen tinggi dan kompetensi tinggi.
i.
Pembiayaan.
Rumuskan berapa biaya yang diperlukan dan dari mana sumber biaya tersebut.
Dalam penentuan besaran biaya prinsip efesiensi hendaknya menjadi pertimbangan
utama.
Perubahan
paradigma penyelenggaraan pendidikan dalam era reformasi, dan era otonomi
penyelenggaraan pendidikan sampai pada tingkat kabupaten/kota dan bahkan
otonomi pada tingkat sekolah, memberikan keleluasaan bagi setiap sekolah untuk
berkreasi dan berinovasi dalam penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian
diharapkan akan memacu percepatan peningkatan mutu penyelenggaraan sekolah yang
pada gilirannya mempercepat peningkatan mutu hasil belajar secara keseluruhan.
Konsekuensi
dari paradigma pendidikan yang memberikan otonomi sampai pada tingkat sekolah
menuntut sekolah untuk memberdayakan semua sumber daya yang dimilikinya. Salah
satu sumber daya yang sangat potensial dan dimiliki oleh sekolah adalah
masyarakat dan orang tua murid.
Di
Amerika Serikat, pengembangan sekolah di pedesaan atau di daerah-daerah urban
berada di tangan dewan masyarakat sekolah (SCC=School Community Council). Dewan
ini terdiri dari unsure-unsur tenaga professional pendidikan dan anggota
masyarakat, dalam rangka pengembangan staf.
Aspek
struktural dari pelibatan masyarakat berarti adanya kesamaan atau keseimbangan
antar struktur yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Aspek prosedural
pelibatan masyarakat berarti mengandung makna adanya kesamaan masukan dari
kelompok professional dan anggota-anggota masyarakat dalam menentukan aktivitas
pengembangan staf untuk meningkatkan praktek-praktek penyelenggaraan sekolah
yang berkualitas. Secara organisatoris dewan SCC ini memiliki tanggung jawab
bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah.
Di sisi
lain SCC ini ternyata juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan analisis
kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat melalui survey yang dilakukannya.
Hasil analisis yang dilakukan dewan ini didiskusikan bersama pihak sekolah
dengan melibatkan para ahli seperti konsultan dan sebagainya untuk
diterjemahkan menjadi kebijakan dan program sekolah.
Kebijakan
model pelibatan masyarakat dalam pendidikan melalui lembaga SCC seperti di
Amerika ini sebenarnya sudah sejak lama dikenal dan dilakukan oleh pendidikan
dan persekolahan di Indonesia, mulai dari POM, POMG, BP3, hingga sekarang yang
dikenal dengan Komite Sekolah. Tetapi hasilnya belum terlalu nampak karena
keterlibatan mereka lebih banyak pada membantu keuangan sekolah. Akhir-akhir
ini pemerintah Indonesia dalam hal ini Depdiknas membuat kebijakan baru dengan
mengganti istilah BP3 menjadi Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota dan
Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Pemerintah
(Depdiknas) pada saat ini memberikan peluang kepada sekolah dalam pemberdayaan
masyarakat melalui suatu lembaga yang dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah
yaitu Dewan Sekolah atau Komite Sekolah.
Dalam
era otonomi sekolah, khususnya dengan implementasi pendekatan manajemen sekolah
berbasis masyarakat, sekolah memang memiliki keleluasaan dan atau otonomi yang
lebih luas. Otonomi pemerintahan yang berbasis pada pemerintah daerah
Kabupaten/Kota meletakkan pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan berada di
tingkat Kabupaten dan Kota, sehingga nampaknya peranan Pemerintah provinsi dan
pusat tidak dominan. Meskipun demikian bukan berarti pusat dan provinsi tidak
memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam paradigm otonomi seperti
sekarang diperlukan kemampuan sekolah (baca kepala sekolah) untuk membangun
kerjasama yang harmonis dengan berbagai institusi pemerintahan mulai dari
tingkat pusat sampai dengan tingkat Kabupaten/kota/Kecamatan bahkan kelurahan.
Di
samping institusi pemerintahan, sekolah juga perlu membangun kerjasama yang
sinergis dengan lembaga masyarakat seperti karang taruna, kepramukaan dan
berbagai lembaga LSM yang bergerak dalam membantu dan membangun pendidikan. Hal
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kerjasama dengan lembaga ini
adalah jangan sampai sekolah larut dan dapat dibawa kepada masalah-masalah lain
selain untuk kepentingan pendidikan. Sekolah tidak boleh terbawa arus kepada
kegiatan politik praktis dan kepentingan kelompok tertentu.
Kerjasama
dengan berbagai institusi tersebut di atas menjadi kemutlakan bagi sekolah dalam
upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab sekolah adalah lembaga
interaksi social yang tidak bias lepas dari masyarakat secara keseluruhan,
khususnya masyarakat di sekitarnya. Banyak hal yang tidak dapat dilakukan
sekolah tanpa bantuan masyarakat tersebut, katakanlah sekolah mengadakan
perayaan ulang tahun sekolah, untuk menjaga keamanan, maka sekolah mutlak
meminta bantuan kepolisian atau petugas keamanan lingkungan setempat.
Berbagai
bentuk kerjasama yang dapat dikembangkan dengan berbagai institusi tersebut
antara lain:
a. Pemberian dan atau penggunaan fasilitas
bersama. Berbagai fasilitas yang tidak dimiliki oleh sekolah mungkin saja
terdapat dan dimiliki oleh lembaga tertentu. Untuk menunjang kegiatan
pendidikan sekolah dapat membangun kerjasama dengan pemilik fasilitas tersebut.
Misalnya tempat pameran, gedung oleh raga dan lain-lain.
b.
Pelaksanaan
kegiatan peningkatan kemampuan siswa. Misalnya sekolah ingin meningkatkan
pemahaman dan kemampuan siswa tentang kesehatan, dapat bekerjasama dengan puskesmas
dalam memanfaatkan berbagai fasilitas termasuk fasilitas SDM, ingin
melaksanakan pentas seni sekolah dapat bekerjasama dengan lembaga kesenian di
masyarakat untuk memanfaatkan berbagai fasilitas kesenian (alat-alat seni,
seperti seni tradisional).
c.
Pemanfaatan
sumber daya manusia secara mutualism, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya
manusia di masyarakat dan sebaliknya masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya
manusia yang dimiliki sekolah.
Pada saat ini sangat banyak masyarakat yang mengikat
dirinya dalam satu kelompok organisasi, baik yang bersifat organisasi social,
organisasi profesi, organisasi untuk community tertentu yang bersifat
kedaerahan maupun organisasi yang
mementingkan laba. Dari berbagai organisasi tersebut di atas banyak sekali yang
sangat peduli terhadap pendidikan, tetapi tidak sedikit juga organisasi yang
menjadi stressor bagi dunia pendidikan.
Di sadari bahwa peranan oragnisasi-organisasi tersebut
sangat besar peranannya dalam membantu pendidikan apabila diberdayakan secara
optimal untuk pendidikan secara murni.
Beberapa oraganisasi yang memfokuskan dirinya terhadap pendidikan antara
lain:
1.
Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
2.
Ikatan
Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI)
3. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
4. Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia
5. Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKINS)
6.
Gerakan
nasional Orang Tua Asuh (GN OTA)
7.
Himpunan
Masyarakat Psikologi Indonesia (HIMAPSI)
8.
Kelompok
Budayawan, Seni Tari dan Musik.
9. Dan lain-lain
Organisasi
tersebut sangat besar manfaatnya apabila sekolah mampu menjadikannya sebagai
mitra bagi pengembangan dan peningkatan mutu sekolah. Sebagai contoh: kalau
sekolah ingin meningkatkan bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah
yang berkualitas, maka Ikatan sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia yang ada
di masing-masing daerah dapat dimanfaatkan sebagai mitra, baik dalam
pengembangan konsep, implementasi kegiatan maupun dalam pembinaan sehari-hari.
Hal yang sama juga dapat dilakukan kerjasama dengan kelompok seni tari,
misalnya kalau sekolah menyelenggarakan ekstra kurikuler seni tari musik atau
drama.
Sangat
mungkin suatu sekolah pada masa sekarang ingin meningkatkan peran guru di
samping sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan
guru tersebut sekolah dapat bekerja sama dengan asosiasi bimbingan (ABKINS), atau juga dengan HIMAPSI (himpunan
Masyarakat psikologi Indonesia).
Dalam
kenyataan sehari-hari sering terjadi organisasi masyarakat melaksanakan
kegiatannya justeru menggunakan sekolah sebagai sasarannya, seperti pengabdian
masyarakat mereka tentang penyuluhan NARKOBA, hal ini harus dimanfaatkan oleh
sekolah sebagai peluang dalam pembinaan siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu
tidak salah kalau sekolah selalu memprogramkan berbagai kegiatan tersebut
sebagai upaya meningkatkan mutu di sekolah (pemahaman mutu disini bukan sekedar
nilai UAN).
1.
Bagaimana kaitan hubungan sekolah dengan
masyarakat dengan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, coba anda
diskusikan dan analisis secara berkelompok ?
2.
Buat susunan redaktor pelaksana koran sekolah, dan rencana isi koran
sekolah yang akan diterbitkan.
3.
Coba anda diskusikan kalau seandainya anda kepala sekolah beserta dewan guru
akan menyelenggarakan pembagian raport di akhir semester melalui orang tua
murid. Bagaimana prosedur yang baik dalam pembagian raport tersebut agar
benar-benar dapat mencapai sasaran. Kondisi sekolah anda termasuk yang tidak
menonjol dalam prestasi akademik dan beberapa siswa bermasalah dengan kemampuan
akademik dan perilaku kedisiplinan.
4.
Coba anda diskusikan instrument yang akan digunakan dalam kegiatan
kunjungan ke rumah. Hal pokok yang diinginkan sekolah dalam kunjungan ke rumah
adalah bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah.
5.
Coba rumuskan isu-isu strategis, yang perlu dibangun dalam rangka
meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah saudara. Tema yang ingin
dicapai di sekolah adalah: peningkatan mutu pendidikan, peningakatan akses
pendidikan, pengurangan angka Drop Out (DO).
6.
Buatlah program promosi sekolah secara lengkap, mulai dari panitia sampai
pada isi yang akan dipromosikan, siapa dan bagaimana mempromosikannya.
7.
Coba anda kaji bersama kelompok anda apa yang menjadi special events
pada saat ini untuk dapat dijadikan
dasar penyusunan program di sekolah dalam meningkatkan peran serta masyarakat
terhadap pendidikan.
8.
Buat analisis sebagai berikut:
a.
Rumuskan gejala-gejala yang nampak sebagai masalah di sekolah saudara masing-masing
dan ada hubungannya dengan peran serta masyarakat/orang tua murid terhadap
pendidikan anak-anaknya di sekolah.
b.
Rumuskan
akar masalah berdasarkan gejala-gejala yang Nampak tersebut.
9.
Buat program hubungan sekolah dengan masyarakat, dalam rangka peningkatan
peran serta masyarakat terhadap pendidikan di sekolah dengan kondisi sekolah
saudara masing-masing (pilih salah satu kondisi sekolah anggota kelompok
saudara untuk dijadikan studi kasus)
Ace Suryadi (1991). Indikator Mutu dan Efisiensi
Pendidikan SD Di Indonesia (Laporan Analisis Tahap Awal). Jakarta :
Balitbangdikbud, Pusat Informatika.
Ahmad Suriansyah (1987). Mutu Pendidikan
di SLTP Kalsel “Analisis Partisipasi Orang Tua Murid dalam
Pendidikan. Banjarmasin
Ahmad Suriansyah, (2001). Hubungan Sekolah Dengan
Masyarakat. Diktat Bahan Kuliah pada Program Studi Administrai
Pendidikan, FKIP Unlam. Banjarmasin: FKIP Unlam
Ahmad Suriansyah., Amka. (2002). Panduan Manajemen
Berbasis Sekolah Di Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Dinas Pendidikan
Propinsi Kalimantan Selatan.
Bambang Siswanto. (1992). Humas,
Teori dan Praktek. Jakarta:
Bina Aksara
Brownwll,.
C.L., Gans, L., Maroon T.Z. (1955). Public Relation In Education.
New York: Mc
Grow Hill Book Company, Inc.
Gorton,
R.A. (1977). School Administration. Wm. Mc Grow Company
Publisher, Dubuque, Iowa.
Husen, T.
(1975). Learning Society. Trans. Miarso (Ed) (1988). Jakarta : Rajawali Pers.
Kumars, D. (1989). Sistem Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Pendidikan Tinggi suatu Perbandingan di Beberapa Negara.
Jakarta : Depdikbud, Dikti, P2LPTK.
Pidarta, M. (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia.
Edisi Pertama, Jakarta : Bina Aksara.
Pramudya Sunu, (1999). Peran SDM dalam Penerapan ISO
9000. Jakarta: Grasindo
Roem, T., Mansour Fakih., Toto Rahardja (Penyunting).
(2000). Merubah Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Rosady
Ruslan, (2002). Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi.
Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Sallis,
Edward. 1993) Total Quality Management in Education. London:
Bidles Ltd, Guildford and Kings Lynn.
Soleh
Soemirat, Elvinaro Ardianto. (2002). Dasar-dasar Public Relations.
Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Stewart
L.Tubbs., Sylvia Moss. (terjemahan). (2000). Human Communication. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudarwan
Danim, (2002). Inovasi Pendidikan
dalam upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sukardi,
(2001) Budaya Mutu dan Prospek
Penerapannya Dalam Sekolah, Dalam Dinamika Pendidikan Nomor 2/Th.VIII
Nopember 2001: Yogjakarta: FIP UNY.
Torsten
Husen. (1988). Masyarakat Belajar. Jakarta: Pusat Antar Universitas Terbuka bekerjasama
dengan CV. Rajawali Pers.
Triguno, (1977). Budaya Kerja. Jakarta: PT. Golden
Terayon Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar