Senin, 30 April 2012

Landasan Sosiologi Pendidikan


LANDASAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN









DOSEN          : PROF.Dr.SAHAT SIAGIAN, M.Pd
Dr. MURSYID, M.Pd




Oleh :
WILDAN DEPARI HASIBUAN











TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012


Kata Pengantar
Kesungguhan dalam melakukan hal-hal yang baik akan menghadiahkan yang baik pula. Demikian juga penyelesaian makalah ini dapat terlaksana karena dilandasi niat baik dan penyertaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga nantinya dapat berguna bagi siapapun yang menyimak isi dari makalah ini.
Makalah ini disusun oleh kelompok     untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan pada program studi Teknologi Pendidikan Pascasarjana-UNIMED, dengan judul Landasan Sosiologi Pendidikan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dalam upaya penyempurnaan makalah ini dari berbagai pihak terutama Bapak Dosen Pengampuh mata kuliah ini serta saudara-saudari mahasiswa semester 2 Prodi TP-Pascasarjana-Unimed.

           
Medan,    April  2012
Penyusun


Kelompok






Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar
Isi
BAB I
. PENDAHULAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Sosiologi
B. Sejarah Sosiologi Pendidikan
C. Landasan Sosiologi Pendidikan
D. Ruang Lingkup Dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan
E. Masyarakat Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis  Sistem Pendidikan Nasional
BAB III –PENUTUP
Daftar Pustaka




BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Di lain pihak manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Tak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak yang berlandaskan sosiologi.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menajadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.        Apa yang dimaksud dengan Sosiologi Pendidikan ?
2.        Bagaimana sejarah Sosiologi dengan Pendidikan ?
3.        Apa yang menjadi Landasan Sosiologi Pendidikan ?
4.        Bagaimana Ruang Lingkup Dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Landasan Sosiologi
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang memepelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.

B.       Sejarah Sosiologi Pendidikan
Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association pada tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis, menyampaikan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Orang berpendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan memiliki kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan. Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, dan wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior High School (Rochman Natawidjaja, et. al., 2007:  78).
Buah pikiran Ward dijadikan landasan untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79). Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan sosial dan sekaligus memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri. Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan universitas di USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang menyelenggarakan perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, pada tahun 1923 dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of Educational Sociology dan menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada tahun 1948, organisasi progesional yang mandiri itu bergabung ke dalam seksi pendidikan dari American Sociological Society.
Pada tahun 1928 Robert Angel mengeritik Educational Sociology dan memperkenalkan nama baru yaitu Sociology of Education dengan focus perhatian pada penelitian dan publikasi hasilnya, sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber data dan informasi ilmiah, serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan teori dan ilmu sendiri.
Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin segar dan menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of Education dan Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology of Education (1963). Serta seksi Educational Sociology dalam American Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yang berlaku sampai sekarang. Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II.
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839 (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor sosiologi pendidikan yang terkemuka adalah Durkheim (1858-1917), merupakan Guru Besar Sosiologi dan Pendidikan pada Universitas Sorbonne.
Di Jerman, Max Weber (1864-1920) menyoroti keadaan dan penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat dengan latar belakang sosial budaya serta tingkat kemajuan berbeda. Sedang di Inggris, perhatian sosiologi pada pendidikan pada awalnya kurang berkembang karena pelopor sosiologi-nya, yaitu Herbert Spencer (1820-1903) justru merupakan Darwinisme Sosial. Namun belakangan, di Inggris muncul aliran sosiologi yang memfokuskan perhatiannya akan analisis pendidikan pada level mikro, yaitu mengenai interaksi sosial yang terjadi dalam ruang belajar. Berstein, misalnya, berusaha dengan jalan menyajikan lukisan tentang kenyataan dan permasalahan yang terdapat dalam sistem persekolahan dengan tujuan agar para pengambil keputusan menentukan langkah-langkah perbaikan yang tepat. Pendekatan Berstein ini oleh Karabel dijuluki sebagai atheoretical, pragmatic, descriptive, and policy focused (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 80).
Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para pendukung politis etis di Negeri Belanda saat itu melihat adanya keterpurukan kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah jajahan melakukan politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan melalui edukasi, irigasi, dan emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu amat elitis, lama kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat itu antara lain: Van Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.

C.      Landasan Sosiologi Pendidikan
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. 
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat. 
Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
D.           Ruang Lingkup Dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.
Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok bahasan berikut: (1) Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain, (2) Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar, (3) Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan, (4) Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 81). 
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik  (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 82).
Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan dituntut melakukan tiga fungsi pokok.
Pertama, fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.
Kedua, fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
Ketiga, fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

E.            Masyarakat Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis  Sistem Pendidikan Nasional
Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.
Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam arti sempit. Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak misalnya masyarakat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya marga atau suku.
Masyarakat  sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain: (1) ada interaksi antara warga-warganya, (2)  pola tingkah laku warganya diatur oleh adapt istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan khas, (3) ada rasa identitas kuat yang mengikat para warganya. Kesatuan wilayah, kesatuan adat- istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 100).
Masyarakat Indonesia mempnyai perjalanan sejarah yang panjang. Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara. Melalui perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencapai satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka tunggal ika.
Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik, yakni (1) secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan, dan (2) secara vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan lapisan bawah.
Pada zaman penjajahan, sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol adalah (1) terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok social atau golongan social jajahan yang seringkali memiliki sub-kebudayaan sendiri, (2) memiliki struktur social yang terbagi-bagi, (3) seringkali anggota masyarakat atau kelompok tidak mengembangkan consensus di antara mereka terhadap nilai-nilai yang bersifat mendasar, (4) diantara kelompok relative seringkali mengalami konflik, (5) terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi, (6) adanya dominasi politiuk oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok social yang lain, dan (7) secara relative integrasi social sukar dapat tumbuh (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/70).
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah banyak mengalami perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik, baik secara horizontal maupun secara vertical, masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.
 Namun niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, maka sisi ketunggalan dari “bhinneka tunggal ika” makin mencuat. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, telah menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh.
Berbagai upaya telah dilakukan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain dimasukkannya muatan lokal (mulok) di dalam kurikulum sekolah.
Perlu ditegaskan bahwa muatan local di dalam kurikulum tidak dimaksudkan sebagai upaya membentuk “manusia lokal”, akan tetapi haruslah dirancang dan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan “manusia Indonesia” di suatu lokal tertentu. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi yang memahami dan menyatu dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) de sekitarnya.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Simpulan Dari hasil hasil pembahasan yang telah disajikan pada bab II, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. sosiologi merupakan ilmu yang membahas atau mempelajari interaksi dan pergaulan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosial.
  2. sosiologi pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan peresekolahan sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia dengan pendidikan.













Daftar Pustaka
Made, Pidarta. 2000,Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Ruswandi, Uus. 2008,Hermawan Heris, A. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Insan Mandiri.

Sutikno Sobry, 2008,M. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect.
Tim Sosiologi. 2003,Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudhistira.

www.newyouth.com/archives
www.re-searchengines.com


D627e3e83afbc9b243e360aaa94a39a4b+implikasi+pendidikan+sosiologi,abu+ahmadi&hl=id&gl=id

http://yandiyulio.wordpress.com/2009/05/25/landasan-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar